Sabtu, 23 Desember 2017

Menikmati Nasi Campur Khas Bali di Warung Wardani

Hari ke-18 merupakan hari terakhir Ane di Bali. Ya, besok Ane berencana untuk pulang ke Jogja. Maka dari itu pumpung masih disini Ane puaskan untuk wisata kuliner mengunjungi beberapa tempat yang sudah Ane rencanakan sebelumnya. Salah satunya kulineran di Warung Wardani yang terletak di Jl. Yudistira No.2, Denpasar.
Dari sekian tempat kuliner yang sudah Ane coba di Bali, tempat inilah yang menurut Ane paling dekat dari tempat dimana Ane menginap. Ane sendiri menginap didekat perempatan jalan antara Jl. Nangka Selatan, Jl. Nangka Utara, dan Jl. Gatot Subroto. Sehingga dengan mudah dan cepatnya Ane sampai disini.



Warungnya ada disebelah kiri (timur) jalan searah, cukup sederhana namun bersih dan kenyamanannya juga begitu terjaga. Meja dan kursi terpasang dengan rapi. Dibagian dinding telah terpasang daftar menu yang dapat dipesan oleh setiap para pengunjung yang datang. Baik menu makanan maupun minuman. Setidaknya ada 5 macam menu makanan yang tertulis disitu diantaranya nasi campur, soto babad, gado-gado, nasi kare, dan soto ayam. Sedangkan untuk menu minumannya setidaknya ada 8 macam yang tertulis diantaranya es campur, es dawet, es jeruk, es teh manis, es sirup, es daluman, es buah, dan es kelapa muda.


Penampakan papan nama yang terpasang dibagian depan warung 
Kondisi warung yang ada dibagian dalam
Sebenarnya Ane ingin mencoba semua menu tersebut, tapi apa boleh buat tentu kapasitas perut Ane tak akan dapat menampungnya. Maka dari itu setelah berfikir sejenak akhirnya Ane memutuskan untuk memilih salah satunya saja, dan menu tersebut adalah Nasi Campur masakan khas Bali. Adapun untuk minumannya, seperti biasa sebotol air minum cukup menghilangkan rasa dahaga Ane ini.



Pelayanannya terbilang sangat cepat, tak sampai 10 menit semua pesanan yang Ane pesan sudah ada dihadapan Ane yakni sepiring nasi campur dan sebotol air minum. Diatas sepiring nasi ini sudah diselipkan nota harga yang harus Ane bayar. "42.500, begitulah tulisan yang ada dinota tersebut". Sepiring nasi campur tersebut berisi nasi putih, setusuk sate lilit, setusuk sate sapi, sebutir telur bumbu Bali, udang goreng, ayam suwir pedas, sayur tumis kacang panjang, dendeng, 2 potong sayur kentang, dan tak ketinggalan juga sambalnya.




Lalu, bagaimanakah dengan rasanya? Kini saatnya Ane mengeksekusinya. Pada sate lilitnya, sama seperti sate lilit pada umumnya rasanya itu empuk dan cukup enak. Sedangkan untuk sate sapinya, bumbunya lebih terasa dan agak pedas. Sekarang pindah pada ayam suwirnya, dagingnya cukup empuk, dan juga nikmat.
Ini nieh yang membedakan nasi campur ini dengan yang lainnya, adanya dendeng yang terasa maknyus, renyah, manis dan agak pedas; serta udang gorengnya yang juga terasa renyah dan gurih. Lengkap sudah dengan hadirnya sayur tumis kacang yang cukup segar dan pedasnya sambal menambah kenikmatan Ane dalam menyantapnya.



Dua kata deh sob untuk ini semua,"Wuenak tenan, Le leduk". Untuk itu tak habiskan semuanya. Soal harga, memang sieh agak mahalan nasi campur ini bila dibandingkan dengan harga nasi campur pada umumnya seperti nasi campur Ibu Oki maupun nasi campur ayam kedewatan Ibu Mangku yakni sebesar 49,5k dengan rincian 42,5k untuk nasi campurnya dan 7k untuk sebotol air minumnya. Namun hal itu sebanding dengan isi porsi dan rasanya.




Jam buka: 8 pagi hingga 4 sore.
Let's Go

Senin, 11 Desember 2017

Nasi Pecel Bu Tinuk Kuta, Konon Katanya Terenak di Bali

Dari awal, Ane berencana menjelajah Pulau Bali ini selama 3 minggu (21 hari). Ane catat semua obyek wisata yang hendak Ane kunjungi kedalam sebuah buku. Rupanya jadwal perjalanan Ane, Ane percepat satu hari dari jadwal sebelumnya yakni menjadi 20 hari. Itupun sudah termasuk hari keberangkatan dari Jogja ke Bali dan kepulangan dari Bali ke Jogja. Percepatan ini bukan tanpa alasan, karena obyek-obyek wisata yang masuk dalam daftar kunjungan Ane sudah Ane jelajahi semua. Walaupun hanya ada satu atau beberapa tempat saja yang tidak berhasil Ane jelajahi. Namun begitu, hal ini tetap tidak mengurangi rasa kepuasan Ane.
Dihari-hari terakhir di Bali ini tak banyak yang Ane lakukan, Ane hanya berencana wisata kuliner saja mengunjungi beberapa warung makan. Warung makan satu-satunya yang akan Ane cicipi dihari yang ke-17 ini adalah sebuah warung makan yang terletak tidak jauh dari Warung Nasi Pedas Ibu Andika, Toko Joger, maupun Bandara Internasional Ngurah Rai. Ya, warung makan tersebut bernama Warung Nasi Pecel Bu Tinuk yang terletak di Jl. Raya Tuban, Kuta, Kabupaten Badung. Ada sebuah alasan kuat mengapa Ane mendatangi tempat ini, selain harganya cukup murah, konon katanya nasi pecel yang ada disini merupakan yang terenak di Pulau Bali. Apakah benar begitu? ntahlah... 



Berhubung sebelumnya Ane telah bolak-balik melewati jalan ini, maka Ane sudah tidak dipusingkan lagi dengan jalan yang ada. Seperti biasa, berbekal sebuah alamat dan peta Ane pacu kuda hijau Ane menuju bagian selatan Pulau Bali. Selepas melewati Toko Joger, Ane lambatkan laju roda kuda hijau Ane sambil menengok kekanan dan kekiri. Maklum Ane belum tahu lokasi persisnya.
Tak lama kemudian, beruntung warung yang Ane cari akhirnya ketemu juga. Sebuah papan nama berbentuk persegi panjang berwarna kuning bertuliskan "Nasi Pecel Bu Tinuk" dengan dibagian belakang tulisan tersebut terdapat label "Halal" yang ditulis dalam bahasa arab. Warungnya terletak di sebelah kiri (timur) jalan.



Tanpa basa-basi langsung Ane belokkan kuda hijau Ane ke tempat tersebut. Setelah memarkir kuda hijau Ane, lantas Ane masuk kedalam. Beginilah kondisi warungnya, ruangannya tak begitu luas dengan sebuah etalase makan terpasang memanjang. Pun demikian juga dengan suasananya, suasananya cukup sepi hanya ada bebarapa orang saja yang sedang berkunjung.



Tanpa mengambil tempat duduk terlebih dahulu, Ane langsung menuju kedepan dan memesan apa yang hendak Ane santap. Awalnya Ane kira warung ini hanya menjual nasi pecel saja, ternyata tidak. Ada banyak pilihan menu yang tersedia diantaranya nasi rames, rawon, sop buntut, dan beraneka macam lauk. Agak bingung juga sieh Ane dalam memilihnya, tapi berhubung disini adalah tempat dijualnya nasi pecel tentu pilihan Ane langsung jatuh pada menu tersebut. Sebagai tambahan lauknya Ane memilih paruh sapi, sedangkan untuk minumannya sebotol air minum cukup menghilangkan rasa dahaga Ane hari ini. Semua makanannya disajikan di piring rotan beralaskan kertas minyak dan langsung diberi kartu harga makanan. Dikartu tersebut tertulis harga sebesar 32k, Ane tidak tahu apakah harga ini sudah termasuk minumannya atau belum.



Setelah mendapatkan seporsi nasi pecel bersama lauknya serta air minum, barulah Ane mengambil tempat duduk. Ada banyak pilihan posisi tempat duduk yang dapat Ane pilih, karena masih banyak tempat duduk dalam keadaan kosong. Tempat duduk di pojok bagian depanlah yang akhirnya Ane pilih. Soal isinya, sepiring nasi pecel ini terdiri dari tauge/kecambah, daun kenikir, daun kemangi, 2 biji peyek, nasi, dan tentunya sambal kacang. Untuk sambal kacangnya cukup kental dan tak terlalu encer.




Lalu bagaimanakah dengan rasanya? hmmm cukup lezat, sambal kacangnya cukup kental dan tak terlalu encer walaupun tidak terasa pedas. Sayur yang digunakan pun masih fresh, peyeknya juga renyah. Lengkap sudah dengan hadirnya paruh sapi yang digoreng menambah kenikmatan Ane dalam menyantapnya. Dua kata deh sob untuk semuanya,"Wuenak tenan".




Untuk itu tak habiskan
Soal harga, ternyata harga yang tertera di kartu ini belum termasuk dengan sebotol air minum. buktinya ketika Ane membayarnya uang yang harus Ane keluarkan sebesar 39k. Itu artinya sebotol air minumnya sendiri dibanderol dengan harga 7k saja.
Let's Go

Minggu, 03 Desember 2017

Ngerujak di Warung Men Runtu

Setelah membeli beberapa biji kaos dan sepasang sandal buat oleh-oleh di Pasar Seni Sukawati, perut Ane merasa keroncongan. Maklum sekarang sudah menunjukkan pukul 2 siang sehingga sudah saatnya untuk makan siang. Disekitar Pasar Seni Sukawati sieh katanya ada sate lilit yang rekomended sekali buat dicoba, namanya Sate Lilit Ikan Tenggiri Pak Komang. Tapi, ketika Ane cari-cari tuh tempat ternyata hasilnya nihil alias tidak ketemu. Yasudah akhirnya Ane memutuskan untuk pulang saja ke Kota Denpasar.


Dalam perjalanan pulang menuju Kota Denpasar Ane tak sengaja membaca sebuah tulisan di papan gapura yang sangat menggelitik. Tulisan tersebut bunyinya seperti ini "Br. Tempek. Taman Palekan". Br jelas kependekan dari kata "Banjar" setara dengan dusun atau kampung, kalau Taman Pelakan tow tentu hanya sebuah taman. Nah ituloh tulisan "Tempek" nya, bagi Ane cukup menggelitik karena dalam bahasa jawa mengandung arti yang agak kurang pantas untuk diucapkan karena mengandung arti "alat kelamin wanita". Mungkin artinya akan berbeda bila diucapkan dalam bahasa Bali, mungkin dalam bahasa Bali kata ini merupakan sebuah kata yang biasa dan tidak mengandung arti yang kurang pantas untuk diucapkan. Entahlah!


Jarak Kota Denpasar dari Pasar Seni Sukawati tidaklah jauh yakni sekitar 10 Km saja melalui Jl. Raya Celuk dan Jl. Raya Batubulan, sehingga tak sampai 30 menit Ane sudah memasuki Kota Denpasar. Saat memasuki Kota Denpasar, tiba-tiba Ane kepikiran untuk kulineran lagi. Biasanya sieh kalau tidak ada rencana buat kulineran, begitu perut sudah keroncongan Ane langsung saja mampir di warung makan pinggir jalan dengan catatan warung tersebut halal. Tapi kali ini tidak, di kota ini ada sebuah warung makan yang belum Ane cicipi, warung makan tersebut bernama Warung Men Runtu yang terletak di Jl. Sekuta No. 32C, Sanur. Berdasarkan beberapa informasi yang Ane dapatkan kalau warung ini buka dari jam 12 siang hingga 7 malam. Klop bila sekarang saatnya Ane menuju kesana. Sebenarnya ada yang membuat Ane malas sob, letaknya ituloh berada agak dalam jauh dari jalan raya. Tapi apa boleh buat, pumpung masih di Bali akhirnya Ane mengunjungi tempat tersebut.
Bagi Ane warung ini cukup rumit untuk ditemukan, maklum baru kali ini Ane menginjakkan kaki di gang-gang kecil Pulau Bali. Sudah setengah jam Ane mencarinya, beruntung warung yang Ane cari akhirnya ketemu juga. "Warung Men Runtu", itulah sebuah tulisan yang yang ada di sebuah plank berwarna hitam terletak di kanan (barat) jalan.


Tak ada lahan parkir yang memadai, semua kendaraan terparkir dipinggir jalan sehingga memakan sebagian badan jalan. Setelah memarkirkan kuda hijau Ane, lantas Ane masuk kedalam. Warungnya cukup sederhana dengan meja dan kursi terpasang dengan rapi. Meja kursi yang memiliki desain biasa terpasang didalam ruangan, sedangkan meja kursi yang memiliki desain yang tak cukup biasa terbuat dari batuan keramik terpasang diluar ruangan.


Awalnya memang Ane sudah penasaran dengan tempat yang satu ini, tapi rasa penasaran itu bertambah saat Ane datang langsung kesini dan melihat begitu banyaknya pengunjung yang datang memadati tempat ini, hampir semuanya berasal dari kalangan anak muda. Padahal warung ini belum lama berdiri yakni tahun 2015, lalu apa sih yang istimewa dari menu-menu yang ditawarkan oleh tempat ini? dan seberapa enak menu-menu tersebut? Tentu rasa penasaran ini dapat Ane jawab setelah Ane merasakan sendiri menu-menu yang ada. Karena Ane hanyalah seorang diri maka sebenarnya Ane ingin sekali duduk didalam. Tapi apa boleh buat, semua tempat sudah diduduki dan yang tersisa tinggal sebuah kursi yang ada di sebelah kanan warung, itupun diluar ruangan. Okelah, kalau begitu duduk saja Ane disini.


Diatas meja sudah ada sebuah kertas pemesanan yang dapat Ane gunakan, selain itu daftar menu yang dapat Ane baca. Ada banyak menu yang tersedia, semua menunya benar-benar khas dan jarang ditemukan di luar Pulau bali. Rujak kuah pindang, rujak colek, bulung boni, sayur cantok, tipat cantok, tipat plecing, dan lain sebagainya. Setelah membaca-baca, akhirnya Ane memutuskan untuk makanannya Ane pesan rujak kuah pindang gula Bali dan bulung boni campur. Sedangkan untuk minumannya Ane pesan es cincau saja.

Daftar menu makanannya
Daftar menu minumannya
Saat sampai didepan, Ane dikasih tahu kalau menu bulung boninya sudah habis dan tinggal rujak kuah pindangnya saja. "Atau mau ganti menu lainnya?", begitulah timpal salah satu pelayannya kepada Ane. Tanpa fikir panjang Ane tetap memesannya yaitu seporsi rujak kuah pindang saja. Rupanya disini kesabaran Ane benar-benar diuji. Untuk menunggunya saja waktu yang Ane perlukan sekitar 3/4 jam. Tapi nggak apa, karena sepulangnya dari sini sudah tak ada jadwal untuk ngelayap lagi. Dan sekarang semua pesanan sudah ada dihadapan Ane, sepiring rujak kuah pindang dan segelas es cincau.


Secara penampilan, rujak ini terbilang unik. Seporsi rujak berisi irisan dari berbagai macam buah segar yang diberi sedikit kuah berwarna kecokelatan. Buah apa saja ya ini? setelah Ane cicipi dan rasakan ternyata buah-buah tersebut diantaranya ada buah mangga, bengkuang, kedondong, timun, dan nanas. Tak hanya pada buahnya saja yang terasa segar, tetapi kesegaran juga terjadi pada kuahnya. Kuahnya ituloh gurih dan pedas banget. Tak heran bila Warung Men Runtu ini selalu dipadati oleh para pengunjung. Selain pecinta rujak, Ane rasa juga penyuka rasa pedas wajib pokoknya datang kesini. Pas bila rasa pedas dipadu dengan rasa dingin. Segelas es cincau sudah cukup mampu meredamkan rasa yang amat pedas ini dan juga menghilangkan rasa dahaga Ane. Dua kata untuk ini semuanya "Wuenak tenan, Le leduk".




Untuk itu tak habiskan semuanya
Soal harga tak perlu membuat Ane khawatir. Dari awal Ane sudah tahu kalau semuanya uang yang harus Ane bayarkan hanya sebesar 14k saja, dengan rincian sepiring rujak kuah pindang gula bali 8k dan segelas es cincau 6k. Gimana, tertarikkah sobat buat mencicipinya? kalau tertarik bisa deh sob langsung meluncur ke tempatnya. Sampai Jumpa!
Let's Go

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me