Selasa, 16 Januari 2018

Menyantap Ingkung Ayam Mbah Cempluk Bersama Keluarga

Hai, hai, hai, gimana nieh sob kabarnya? semoga baik-baik saja ya. Nah, kali ini Ane mau bercerita tentang petualangan Ane mencari kuliner di salah satu warung yang ada di Yogyakarta yakni Warung Ingkung Ayam Mbah Cempluk. Alamatnya ada di Dusun Santan, Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Sudah lama sieh sob Ane mengetahui keberadaan warung ini, namun karena dalam otak Ane sudah terlanjur menjustifikasi kalau kuliner yang berkaitan dengan ingkung itu masaknya harus utuh maka Ane urungkan niatan Ane tersebut. Baru setelah ada waktu dan moment yang pas jadilah Ane mengunjunginya.
Dikalangan masyarakat Jawa tentu sudah tak asing lagi dengan yang namanya "ingkung". Mendengar kata "ingkung", pasti fikiran kita langsung pada sebuah acara maupun ritual tertentu. Jadi ingkung ini tidak untuk dikonsumsi sehari-hari. Dimana didalam acara tersebut harus ada ingkung, yakni ayam yang dimasak dan disuguhkan secara utuh walaupun pada akhirnya ya dipotong-potong juga. Kini anggapan tersebut dipatahkan oleh warung ini dimana ingkung tak hanya dikonsumsi saat ada acara saja melainkan bisa dijadikan santapan sehari-hari.



Inilah moment yang Ane rasa tepat buat mengunjunginya. Kenapa begitu? karena Ane baru saja diwisuda dari kampus Ane dan dihadiri oleh keluarga. Berita ini adalah berita bahagia bukan? maka dari itu rasa bahagia dan syukur ini Ane rayakan bersama keluarga dengan menikmati olahan berupa ingkung.
Awalnya ide ini muncul dari dalam otak Ane, saat itu Ibu Ane bertanya kepada Ane hendak mau makan apa dan dimana? tanpa fikir panjang Anepun langsung menjawabnya di Warung Makan Ingkung Ayam Mbah Cempluk. Syukur Ibu Anepun langsung menyetujuinya, jadilah kita capcus menuju kesana.
Sesampainya di Perempatan Klodran Bantul, kendaraan kita arahkan kearah kanan hingga sejauh kurang lebih 5 kilometer sampailah kita di TeKaPe. Awalnya Ane mengira kalau disini hanya terdapat satu warung ingkung saja, ew nggak tahunya ada beberapa. Dari kesemua warung ingkung yang ada, justru warung Ingkung Ayam Mbah Cempluk inilah yang menurut Ane paling tersembunyi. Dari jalan beraspal harus masuk lagi melalui jalan berupa blok yang disamping kanan dan kirinya terdapat areal persawahan. So, kalau sobat datang kesini jangan salah ya dan harus cermat. Woke???



Mungkin lagi sepi, sesampainya disini tak ada kendaraan yang sedang parkir padahal tempat parkirnya cukup luas. Tapi sesaat kita masuk, ada dua buah mobil yang berdatangan. Kalau dilihat yang datang adalah rombongan keluarga besar. Ane fikir memang cocok kalau datang kesini bersama keluarga, selain ingkung memang cocok dinikmati lebih dari dua orang juga bisa mempererat tali keluarga.



Ada beberapa tempat yang bisa digunakan oleh para pengunjungnya untuk menikmati menunya sob. Mau dibagian depan, bisa! dan mau dibagian belakang pun sangat bisa karena tempatnya sangat luas sekali. Tempat duduknya berupa lesehan dan struktur bangunannya semua terbuat dari bambu kecuali atapnya yang terbuat dari rumput alang-alang. Sesaat setelah memilih posisi tempat duduk, seorang pelayan pun datang menghampiri kita. Beliau menyodorkan daftar menu yang tersedia. Kita berdelapan sehingga kita memesan dengan sistem paket saja. Satu paket lengkap untuk 6 orang seharga 240k dan ditambah 1 paket murah perorangan seharga 30k. Nah lo, kalau ada paket murah perorangan, kenapa Ane nggak dari dulu saja ya berkunjung kesini?, ah tak apa-apalah. Jadi disini itu kita disuruh memilih mulai dari jenis makanan, minuman hingga nasinya. Mau ingkung ayam goreng atau ayam areh, minumannya apa dan nasinya mau nasi putih atau nasi gurih. Setelah rembukan akhirnya kita sepakat pesan ingkung ayam areh, minumannya es teh dan nasinya nasi gurih. Masa lauknya sudah ingkung tapi nasinya nasi putih, kan kurang afdol, ya nggak sob?.
Cukup lama kita menunggu, ya sekitar 30 menitan lah dan semua pesanan yang kita pesan sudah datang. Awalnya Ane mengira kalau satu paket menu lengkap itu hanya terdiri dari ingkug ayam utuh, nasi gurih dan segelas teh saja. Ternyata tidak, masih ada menu tambahan lainnya yakni sepiring wader krispi, sepiring wader lombok ijo, sepiring tahu dan tempe, lalapan buah mentimun serta urap. Namanya saja ingkung ayam areh, jadi ya ada putih-putihnya gitu.




Seporsi ingkung ayam siap dieksekusi, mantab surantab
Lalu sekarang bagaimanakah dengan rasanya? setelah Ane coba ternyata hulala ingkungnya sangat empuk, mungkin sudah dimasak dalam tempo yang cukup lama. Bumbu arehnya pun terasa gurih di mulut. Sekarang berpindah ke wader krispinya, ternyata rasanya nggak kalah gurih dibandingkan ingkung ayamnya terasa kriuk-kriuk. Tak kalah lezatnya lagi rasa yang ditawarkan oleh wader lombok ijonya, semua urat dalam lidah saya bisa merasakan betapa ndesonya menu ini. Gurih berpadu dengan pedas. Semua pas disajikan bersama nasi gurih yang dimasak secara tepat sehingga pulen. Secara keseluruhan, Ingkung Ayam Mbah Cempluk ini rasanya "Wuenak tenan, Le leduk". Untuk itu tak kasih jempol.




Semuanya ada sisa sedikit. Maklum ibu-ibu, tanpa malu-malu ibu Ane meminta kepada salah satu pelayannya untuk membungkus sisa makanan yang ada dan pelayan tersebutpun dengan senang hati meladeninya. Mantabe'. Berhubung Ane kulineran bersama keluarga, maka semuanya sudah ditanggung oleh orang tua, hehehe.
Jam buka warungnya: 09.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Let's Go

Senin, 01 Januari 2018

Perjalanan Pulang dari Bali Menuju Kota Jogja

Sudah 2 minggu lebih Ane menjelajah Pulau Dewata. Banyak suka maupun duka yang Ane alami disini. Sukanya Ane bisa pergi kapan dan kemanapun yang Ane mau karena Ane membawa sepeda motor sendiri dan dukanya karena Ane hanya seorang diri maka terkadang Ane merasa bosan dan jenuh saat berada di perjalanan, tak ada yang bisa Ane ajak untuk bercakap-cakap. Tapi tak apa-apa dengan berpergian seorang diri, Ane bisa mengambil banyak pelajaran hidup diantaranya masih banyak orang-orang yang baik di negara tercinta ini dan Ane semakin mengenal diri Ane sendiri.
Perjalanan ini sepertinya harus Ane akhiri sampai disini. Ya, pada tanggal 9 Oktober 2016 akhirnya Ane benar-benar mengakhiri penjelajahan Ane di Pulau Dewata yang indah nan cantik ini. Selain obyek-obyek wisata yang masuk dalam daftar kunjungan Ane sudah Ane jelajahi semua juga karena uang yang ada didalam kantong sudah mulai menipis, :-)



Sehari sebelumnya Ane berpamitan dengan mas Wahyu seorang pemilik penginapan dimana tempat Ane menginap dan bersiap-siap mengemas semua barang-barang pribadi Ane mulai dari barang-barang yang Ane bawa dari Jogja hingga barang-barang yang Ane beli saat berada di pulau ini. Semua barang Ane kemas dalam 2 tas, tas carrier Ane isi dengan semua jenis pakaian dan peralatan mandi. Sedangkan tas ransel Ane isi dengan seperangkat kamera dan alatnya serta barang-barang yang Ane anggap sangat penting sekali.
Agar tak kesiangan bangun pagi, setelah makan sore di Warung Makan khas Surabaya yang beralamatkan di Jl. Nangka Utara Ane bergegas masuk kedalam kamar. Sebelum tidur Ane atur alarm di HP Ane pukul 3 pagi Wita. Memang jam-jam segitu kebanyakan orang masih tertidur dengan pulas, ada yang masih mengorok, mendengkur hingga bermimpi. Tapi karena Ane suka bepergian sepagi mungkin, maka hal itu Ane rasa tak jadi masalah.
Kukuruyuk, kukuruyuk, kok...
Beruntung hari ini sesuai dengan rencana, Ane bangun tepat jam 3 pagi. Tanpa bermalas-malasan segera Ane turunkan kaki Ane dari tempat tidur. Ane mandi, beberes dan setelah itu mengangkat semua barang-barang pribadi Ane ke kuda hijau. Kini dengan tekad kuat meluncurlah Ane pulang menuju ke Kota Yogyakarta.
Perjalanan pagi sungguh menyenangkan, walaupun terbilang ramai Jl. Raya Denpasar-Gilimanuk ini masih dalam keadaan fresh dan segar. Belum banyak kendaraan yang melintas sehingga Ane bisa ngebut semau Ane. Berhubung Ane bertemu dengan POM Bensin yang terletak disebelah kiri (selatan) jalan maka Ane mampir sebentar untuk mengisi bahan bakar. ya, tanda bensin yang ada di kuda hijau Ane sudah menunjukkan kearah warna merah dan nggak lucu kan kalau nantinya motor ini kehabisan bensin di jalan? Setelah mengisi bensin Ane lanjutkan lagi perjalanan menuju Pelabuhan Gilimanuk. Kurang lebih 4 jam perjalanan kini Ane sampai di pelabuhan tersebut.
Sebelum melalui pemeriksaan petugas, Ane disuruh membayar dahulu retribusi terminal manuver Gilimanuk sebesar 1k. Hal ini berbeda saat menyeberang dari Pelabuhn Ketapang Banyuwangi ke Pelabuhan Gilimanuk, Ane tak disuruh bayar seperti ini. Hanya saja setelah melewati pemeriksaan para petugas Ane disuruh membayar tiket penyeberangan sebesar 22k. Besarannya pun sama saat dari Pelabuhan Ketapang ke pelabuhan ini. Namun sebelumnya Ane harus mengisi sejumlah data informasi tentang Ane dan kuda hijau Ane.



Saat mengisi, ada seorang laki-laki setengah baya sedang membawa barang dagangannya mendekati Ane. Ia menawarkan bantuan kepada Ane untuk mengisi data, tapi Ane tolak karena ada udang dibalik bakwan. Apalagi kalau bukan mengharapkan uang ataupun agar Ane membeli barang dagangannya. Nampaknya Ia tak menyerah begitu saja, Ia tetap ada disamping Ane. Lama-kelamaan Ane kok nggak tega terhadapnya, yasudahlah akhirnya Ane sekedar tanya-tanya dan setelah itu Ane beli sebotol aqua darinya.
Setelah semuanya beres, Ane segera menuju ke kapalnya. Beruntung saat Ane sampai, kapal yang akan Ane naiki sedang melakukan pengeluaran kendaraan yang menuju ke daratan Pulau Dewata sehingga tak lama lagi Ane segera menaikinya. Kapal-kapal yang ada disini rata-rata memiliki badan yang cukup kecil tak terkecuali dengan kapal yang akan Ane naiki ini, mungkin hal ini menyesuaikan dengan padat atau tidaknya angkutan penyeberangan. Ketika kendaraan yang ada didalam kapal sudah keluar semua, Ane disuruh oleh petugs untuk sesegera mungkin masuk kedalam kapal. Ane kendarai kuda hijau Ane dengan hati-hati masuk kedalam kapal tersebut.
Sebagai pengendara motor Ane diarahkan untuk menempati bagian terdepan kapal. Lalu Ane standarkan kuda hijau Ane dengan 2 kaki. Setelah itu Ane kunci stang dan kemudian Ane bawa semua barang bawaan keatas kapal. Penumpangnya cukup sedikit sieh tapi Ane harus tetap waspada dengan kondisi sekarang ini.
Selama diatas kapal tak banyak aktifitas yang Ane lakukan. Ane hanya mengamati birunya air laut dan gunung-gunung berdiri megah jauh disana. Satu jam berlalu, syukur kapal yang Ane naiki akhirnya bersandar. Ane segera turun kebawah dan siap-siap untuk melakukan perjalanan yang lebih jauh lagi menjelajah jalanan di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ini bukan hal yang baru lagi bagi Ane, tentu sebelumnya Ane sudah melewati jalan ini saat berangkat. Bedanya saat berangkat Ane sampai di Jawa Timur khususnya di Kabupaten Banyuwangi hari sudah petang dan kini saat pulang hari masih pagi.



Keluar dari kapal segera Ane pacu kuda hijau Ane kembali melintasi jalanan yang ada. Ditengah jalan Ane menemukan POM Bensin, Ane lihat penanda bahan bakar ternyata sudah menunjukkan ke angka merah. Tak mau mengambil resiko, Ane mampir sebentar buat mengisi bahan bakar tersebut dan beristirahat sejenak. Tak seperti POM Bensin yang ada di Bali yang rata-rata tidak memiliki kamar kecil maupun tempat ibadah bagi umat islam, di POM ini memiliki keduanya sehingga Ane dengan leluasanya menggunakan fasilitas tersebut.
Tak lama Ane berada disini, ya sekitar 20 menitan lah. Sesegera mungkin Ane pacu kuda hijau kembali untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan menuju pulang ini terbilang cukup berat. Tak berapa lama berkendara langit tampak menghitam dengan angin berhembus tak terlalu kencang. Bagaimanapun Ane tak bisa melawan takdir, hujan pun akhirnya turun. Sebenarnya sieh Ane bisa melanjutkan perjalanan menggunakan mantol, tapi Ane tidak melakukannya. Iya kalau Ane lakukan ada hal yang Ane korbankan, Ane tidak basah tapi tas karrier Ane basah dan begitupula sebaliknya. Bagaimana tidak tas karrier Ane sendiri tingginya lumayan sehingga mantol yang Ane punya tidak bisa mencakupnya. Ane lebih memilih menepi sebentar, juga karena Ane belum memasuki sebuah hutan yang cukup luas dengan disamping kanan dan kiri jalan tak ada bangunan yang berdiri. Hutan yang Ane maksud ini adalah Taman Nasional Baluran.
Setelah hujan reda, Ane lanjutkan lagi perjalanan Ane. Suasana yang berbeda saat memasuki Taman Nasional Baluran. Saat berangkat Ane tak dapat menatap indahnya pemandangan ini karena sampai disini hari itu sudah petang dan kini Ane bisa menatapnya. Selama perjalanan yang Ane lihat hanyalah pepohonan jati yang memiliki daun tak lebat, tak ada bangunan yang berdiri kecuali gubuk-gubuk kecil yang memang sengaja disediakan bagi pengendara untuk beristirahat sejenak dan nampak satu dua kali binatang-binatang kera berkeliaran turun ke jalan meminta upeti kepada setiap pengendara.



Disini Ane merasa khawatir dengan kuda hijau Ane. Ane tak bisa membayangkan betapa sulitnya kalau kuda hijau Ane tiba-tiba rusak ditengah jalan, distarter nggak mau hidup, di oglek juga nggak mau, busi apinya sudah habis, ban bocor, atau kerusakan lainnya yang nggak bisa Ane atasi sekarang. Pasalnya tak sedikit kendaraan yang Ane temui mengalami hal demikian terutama pada kendaraan roda empat. Hmmmm, Ane hanya bisa berdo'a dan berdo'a.
Alkhamdulillah, walsyukurillah, walnikmatillah, hati terasa lega ketika Ane sudah menemukan bangunan-bangunan rumah lagi yang berdiri disepanjang sisi jalan. Ane pun berhenti saat Ane melihat sebuah monumen yang bertuliskan 1000 Km Anyer Panarukan yang berada di kiri jalan. Sebenarnya saat berangkat Ane pun melihatnya, tapi berhubung hari itu sudah sore jadinya ya lanjut terus. Kini Ane bisa foto bersama sepuas-puasnya karena tak ada seorangpun yang sedang mengunjunginya.



Setelah puas, Ane melanjutkan lagi perjalanan Ane menuju kearah barat. Banyak obyek-obyek wisata yang sebenarnya Ane ingin singgahi, salah satunya Pantai Pasir Putih Situbondo. Tapi karena penyakit malas yang Ane derita saat di perjalanan ditambah tidak ingin kelamaan sampai di tempat tujuan, jadi ya Ane hanya melewatinya saja. Begitupula saat melewati SPBU Utama Raya Paiton, tetap saja lanjut terus hingga sampai di Kabupaten Probolinggo.



Drama terjadi saat keluar dari Kota Pasuruan. Ane kurang begitu paham dengan papan petunjuk jalan yang ada. Bila kearah kanan (utara) maka akan sampai di Kota Surabaya, bila kearah kiri (selatan) akan sampai di Kota Malang dan bila kearah lurus (barat) maka akan sampai di Kota Mojokerto. Nah ini dia yang sempat membuat Ane kebingungan. Kalau kearah kanan jalannya cukup lebar dan meyakinkan pasti sampailah ke Kota Surabaya, hal sama terjadi kearah Kota Malang. Tapi kalau kearah Kota Mojokerto jalannya ituloh cukup sempit dan bisa dibilang tak bagus. Akhirnya Ane memutuskan untuk belok kearah kanan dan mencari jalan alternatif. Beberapa kali Ane harus bertanya kepada seseorang yang Ane temui di jalan apakah benar jalan ini menuju Kota Mojokerto. Tak terkecuali bertanya kepada beberapa anggota polisi yang sedang beristirahat disalah satu warung milik warga. 
Ane         : Permisi Pak, ma'af mengganggu. Saya mau tanya apakah 
              benar jalan ini menuju Kota Mojokerto via Mojosari?
Bapak Polisi: Ya, salah mas. Ini kalau lurus terus sampai di 
              Surabaya. Masnya darimana?
Ane         : Saya dari Bali Pak dan sekarang mau pulang ke Jogja!
Bapak Polisi: Eow, benar kalau lewat Mojosari mas. Ini aja mas, 
              masnya lurus lagi, nanti setelah ketemu lampu merah 
              masnya ambil saja kekiri. Nanti itu ke Mojokerto mas 
              lewat Mojosari!
Ane         : Eow gitu. Terimakasih ya Pak ya!
Bapak Polisi: Sama-sama mas dan selalu hati-hati dijalan.
Ane         : Baik Pak!
Benar saja, tak jauh dari tempat bertanya tersebut Ane bertemu dengan perempatan lampu merah. Langsung saja Ane mengikuti intruksi yang diberikan oleh Bapak Polisi itu yaitu belok kearah kiri. Sepanjang perjalanan ini Ane seperti berkendara searah mengikuti aliran sungai. Ya, disamping kiri jalan yang Ane lihat adalah sungai dan sungai. Pada awalnya jalan ini cukup bagus, tapi lama-kelamaan jalan berubah menjadi tak bagus lagi, aspal mengelupas sehingga menaiki kuda hijau Ane ini benar-benar serasa menaiki kuda beneran. Hingga akhirnya kurang lebih 20 Km berselang sampai juga Ane di Mojosari. Hati terasa lega karena jalan ini benar-benar yang Ane maksud. Cukup lama Ane berkendara dari Mojosari ini dan ntah bagaimana ceritanya akhirnya sampai juga Ane di Kota Mojokerto. Dari sini tow Ane sudah tak bingung lagi dengan jalan menuju pulang.



Perjalanan sungguh berat Ane rasakan dalam menuju pulang ini. Bagaimana tidak, setelah melewati Kota Jombang dan sampai di Kertosono Nganjuk Ane diguyur hujan yang sangat lebat. Terpaksa Ane harus menepi dulu menunggu hujan reda. Beruntung hujan turun tidak lama sehingga Ane bisa melanjutkan lagi perjalanan, lagi-lagi hujan turun saat memasuki Kabupaten Madiun dan Ngawi. Terpaksa di Kabupaten Ngawi Ane mampir sebentar disalah satu rumah warga. Karena hari sudah malam sekitar jam setengah 8, Ane memiminta izin untuk berteduh sebentar. Syukur, Ane pun diperbolehkan untuk berteduh. Bahkan Sang anak dari pemilik rumah tersebut mengajak Ane bicara panjang lebar. Intinya dia pernah ke Jogja beberapa bulan lalu bersama teman-temannya. Namun mereka hanya mengunjungi beberapa tempat saja seperti Malioboro dan Kawasan Nol Kilometer, Pantai Parangtritis, dan Candi Prambanan saja. Tak banyak yang mereka lakukan.
Hujan yang Ane tunggu tetap saja tak reda-reda. Anepun bertanya kepada dia apakah iya di lahan jati-jatian cukup rawan untuk perjalanan malam hari. Pasalnya posisi Ane sekarang masih berada di Kabupaten Ngawi bagian timur sedangkan hutan-hutan jati yang cukup luas ada dibagian barat. Mendengar jawaban dari dia bukannya membuat Ane semakin berani tetapi malah membuat Ane semakin takut, dia bilang "kalau di jati-jatian memang rawan untuk perjalanan malam hari, tapi kalau jam-jam segini masih banyak kendaraan yang melintasinya jadi ya nggak rawan-rawan banget", tukasnya.
Antara takut dan berani akhirnya Ane putuskan untuk menerjang hujan yang cukup lebat ini. Setelah memakai jas hujan, Anepun berpamitan kepada dia. Kini Ane melenggang melanjutkan perjalanan lagi. Awalnya pemandangan yang Ane lihat disamping kanan dan kiri jalan berupa rumah-rumah warga dengan situasi yang cukup sepi, tapi sesampianya di hutan-hutan jati pemandangan itupun berubah menjadi situasi yang cukup membuat Ane tenang. Benar apa yang dikatakan oleh seorang warga yang Ane tanyai sebelumnya, kendaraan bermotor masih ramai hingga akhirnya Ane keluar dari hutan dan segera memasuki Kabupaten Sragen. Perasaan lega muncul sesampainya disini. 
Tak ada kejadian berarti yang Ane alami termasuk saat melewati Kabupaten Karanganyar, Kota Solo, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Sleman hingga akhirnya sampai juga di Kota Yogyakarta tempat dimana Ane mengenyam pendidikan tinggi. Sebelum menuju ke kost, Ane sempatkan diri sebentar untuk makan terlebih dahulu disebuah warung makan. Ya, warung tersebut adalah warung burjo yang sudah menjadi langganan bagi mahasiswa apalagi mahasiswa yang sedang ngekost seperti Ane ini, :-)
Tepat pukul 00.30 WIB sampailah Ane di kost, itu artinya 20 hari sudah Ane melakukan perjalanan menjelajahi Pulau Bali yang cantik itu. Waktu tersebut sudah termasuk saat keberangkatan dan kepulangan Ane di Jogja ini. Banyak hal yang Ane peroleh dalam perjalanan tersebut, yang jelas rasa kepuasan dan kelegaan timbul dihati ini. Puas karena sudah menjelajah Pulau Bali tersebut seorang diri dan lega karena salah satu impian dalam hidup Ane sudah terlaksana.
Let's Go

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me