Senin, 24 Desember 2018

Jalan Kaki Menyusuri Jalan Braga di Kota Bandung

Salah satu rencana yang akan Ane tunaikan saat berkunjung ke Kota Bandung adalah menyusuri Jalan Asia Afrika dan Jalan Braga. Iya, Ane ingin mengunjungi kedua jalan tersebut. Walau hanya sebuah jalan tetapi jalan yang dua ini terasa spesial dibandingkan dengan jalan-jalan lainnya. Ane beranggapan mungkin jalan ini sama seperti Jalan Malioboro yang ada di Yogyakarta atau ntahlah yang jelas Ane ingin menelusurinya.
Setelah tujuan utama terlaksana kemarin sore, hari ini Ane merasa sudah tidak ada lagi beban yang ada dipundak Ane. Ane merasa free dan bebas mau pergi kemana saja. Tapi hari ini adalah hari terakhir kunjungan Ane di Bandung. Rencananya adalah begitu mendapatkan tiket pulang Ane langsung capcus menuju pusat kotanya. Memang kemarin Ane sudah mengunjunginya, tapi sebatas mengunjungi Alun-alun dan Masjid Rayanya saja. Padahal masih banyak yang dapat Ane kunjungi disana seperti Jalan Asia dan Afrika dan Jalan Braga.


Agar tidak kesiangan dengan segera Ane meninggalkan tempat tidur dan segera mandi. Tak ada rencana hari ini untuk menyewa kendaraan bermotor yang sudah Ane lakukan pada hari kesatu, karena bila dihitung-hitung akan keluar kost lebih banyak dibandingkan dengan transportasi umum. Ya, di hari ketiga ini Ane benar-benar percaya diri untuk melangkahkan kaki keluar dengan menggunakan transportasi umum. Pasalnya Ane sudah tahu sedikit tentang Kota Bandung, jalannya cukup lebar tapi tetap saja macet, bujang - gadis Bandung tidak gengsi menggunakan angkot, orangnya ramah-ramah dan yang Ane suka adalah gaya bicaranya cukup lembut. Satu lagi yang cukup penting yaitu angkot beroperasi cukup banyak sehingga setiap penumpang dapat dengan mudah menjangkau daerah yang diinginkannya.
Keluar dari penginapan tepat pukul setengah 8 pagi. Ane harus berjalan kaki sejauh 300 meter untuk sampai di jalan utama. Maklum, penginapan yang Ane inapi posisinya ada didalam di tengah perkampungan. Tak lama menunggu datanglah sebuah angkot dari arah utara. Ane langsung menaikinya, ya tak sulit memang mencari angkot dengan tujuan Stasiun Kiaracondong. Walau tak begitu jauh tapi untuk sampai di stasiun memakan cukup banyak waktu karena dibagian bawah jembatan layang angkot hanya bisa berjalan merayap. Bahkan saking merayapnya sebelum pintu masuk stasiun Ane turun dari angkot. Ane lanjutkan berjalan kaki sedikit dan masuk kedalam. Inilah stasiun Kiaracondong, selama ini Ane hanya bisa menyaksikkan dari stasiun televisi saja namun kini Ane benar-benar menginjakkan kaki disini.


Belum banyak orang yang datang kesini mungkin karena hari masih pagi. Agar tidak kehabisan tiket Ane segera menuju kedalam. Ah rupanya kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Loket masih tutup, mesin nomor antrian dan monitor layar belum hidup. Dibagian bawah layar monitor terdapat jadwal perjalanan kereta api, awal keberangkatan darimana dan tujuan akhir dimana. Ane lihat dengan teliti, ada beberapa kereta api dari berbagai kelas yang berhenti di Jogja. Ada Pasundan, Kahuripan, Lodaya, Malabar, dan sebagainya. Ane langsung menjatuhkan pilihan kepada kereta Kahuripan dengan pertimbangan selain harganya yang cukup ekonomis juga waktu keberangkatan sesuai dengan pilihan hati.
Rupanya Ane harus menelan pil pahit, tak lama kemudian layar monitor yang awalnya mati kini hidup dan disitu ditampilkan bahwa sisa tempat duduk untuk kereta api Kahuripan adalah 0 (nol) baik untuk hari ini maupun besok. Memang keadaan tersebut masih bisa berubah karena pemesanan tiket bisa dengan menggunakan cara online. Tepat pukul 9 pagi loket pemesanan kereta api dibuka. Pengunjung yang datang bertambah ramai. Harap-harap cemas Ane menunggunya berharap ada sebuah tempat duduk yang masih kosong.

Loket Stasiun Kiaracondong
Monitor layar Stasiun Kiaracondong
Stasiun Kiaracondong ini terbilang canggih. Selain melalui loket pengunjung dapat membeli tiket melalui mesin e-Money. Pengunjung tidak perlu khawatir tentang bagaimana cara memanfaatkan mesin ini karena sudah ada salah satu pegawainya yang siap sedia membantu. Ane melihat cara pegawainya mengoperasikan mesin itu ternyata cukup simpel dan tidak ribet.
Cukup lama Ane memandangi layar monitor tersebut, ya sekitar 30 menitan. Tetapi keadaan masih tetap sama, tidak berubah. Sisa tempat duduk kereta Kahuripan tetap saja 0 (nol). Tak ingin lebih lama menunggu di stasiun, akhirnya Ane memutuskan untuk naik kereta lainnya. Ane meminta tolong kepada mbak pegawainya melalui mesin e-Money untuk mencarikan tiket dengan tujuan Yogyakarta.


Dari berbagai macam kereta akhirnya Ane memutuskan untuk naik kereta Lodaya dengan kelas bisnis. Berangkat dari sini jam 7 malam dan diperkirakan sampai di Jogja jam 3 pagi. Ane diminta memasukkan nomor identitas Ane dan setelah pencet-pencet Ane disuruh membayar uang sebesar 215k. Uang ini dimasukkan kedalam mesin e-Money selanjutnya keluar struk yang berisikan kode booking. Kode booking inilah yang selanjutnya Ane masukkan kedalam mesin cetak selambatnya 1 jam sebelum keberangkatan. Mesin cetak di stasiun Kiaracondong ditempatkan dibagian depan stasiun. Ane menuju keluar dan taratata tiket pulang sudah ada ditangan, ya walau harganya tidak sesuai dengan isi hati tapi tidak apa-apalah yang penting sampai dirumah.

Struk yang berisikan kode booking
Tiket kereta api dengan tujuan Yogyakarta
Jam masih menunjukkan pukul sepuluh kurang seperempat pagi. Sementara Ane berangkat dari sini jam 7 malam, itu artinya masih ada waktu yang cukup lama untuk mengeksplorer Kota Bandung. Rugi dong sob, kalau Ane langsung pulang ke Kota Jogja. Sesuai dengan rencana segera Ane langkahkan kaki menuju keluar area stasiun untuk mencari angkot. Tak sampai 1 menit datanglah angkot warna hijau ntah apa namanya yang jelas sat Ane bertanya kepada sopirnya apakah angkot ini melewati alun-alun, dia menjawab iya. Ah rupanya Ane salah milih angkot, angkot ini tidak melewati alun-alun melainkan hanya sampai di terminal Kebon Kalapa saja. Dari Stasiun Kiaracondong sampai ke Terminal Kebon Kalapa Ane hanya dikenai 5k saja. Harusnya Ane naik angkot warna merah bertuliskan Binong seperti yang Ane lakukan kemarin dengan ongkos yang sama pula. Alhasil Ane harus jalan kaki kearah utara, tapi beruntung Ane bisa memotret pemandangan sesuka Ane. orang-orang berjalan kesana-kesini, angkot-angkot berseliweran, pertokoan, restoran, hingga papan petunjuk jalan.


Melewati Alun-alun, Ane langsung menuju Jalan Asia Afrika dan Braga. Tepat di pertigaan jalan antara Jalan Asia Afrika dengan Jalan Alun-Alun Timur terdapat sebuah tugu yang seolah-olah menegaskan bahwa ini adalah kawasan Jalan Asia Afrika. Tugu tersebut bernama Tugu Asia Afrika. Tugu ini cukup unik, sebuah bola dunia yang menampilkan peta benua Asia dan Afrika dengan dibawahnya bertuliskan Asia Afrika.


Bergerak kearah barat Ane harus melewati sebuah lorong dan breng, breng, breng tercium bau tidak sedap. Ane harus menutup hidung erat-erat, tak hanya Ane setiap orang yang melewati jalan inipun melakukan hal yang sama. Sudah kondisinya kotor bau pesing pula. Hal ini sangat disayangkan karena cantiknya Kota Bandung harus tercemar dengan keadaan seperti ini. Kalau di fikir-fikir aneh juga, padahal lorong ini tidak pernah sepi pejalan kaki tapi kok ya bisa seperti ini. Apakah ulah orang-orang yang tidak bertanggungjawab ini dilakukan pada malam hari? ntahlah yang jelas perbuatan ini sungguh tidak baik.

Lorongnya ada di sisi kanan dan kiri jembatan 
Keluar dari lorong, kini Ane bisa bernapas lega. Jalan Asia Afrika ini sungguh cantik karena di sepanjang trotoar jalan terpasang kursi-kursi taman, Sehingga setiap pejalan kaki yang lelah dapat beristirahat disini. Selain itu di trotoar jalan terpasang ornamen-ornamen lampu bergaya klasik dan satu lagi yang menarik dari jalan ini yaitu terdapatnya bola-bola dunia yang ditempatkan setiap beberapa meter.
Melewati sebuah jembatan, terdapat sebuah jalan yang disamping kanan dan kirinya terpasang tiang-tiang bendera yang cukup banyak. Mungkin tiang-tiang inilah yang biasa digunakan untuk memasang berbagai macam bendera negara-negara di Benua Asia dan Afrika saat mengadakan pertemuan. Tapi saat ini masih ada acara yang berlangsung di jalan tersebut yakni bernama Bragaderen Festival.


Disebelah timurnya berdiri sebuah gedung yang sangat bersejarah yakni Gedung Merdeka. Gedung berwarna putih inilah yang menjadi simbol perjuangan bangsa-bangsa di benua Asia dan Afrika. Disinilah tercipta Dasa Sila Bandung yang menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah dalam berjuang memperoleh kemerdekaan. Tepat disebelah timur Gedung Merdeka berdiri sebuah bangunan lagi yang mempunyai nilai sejarah yaitu Museum Konperensi Asia Afrika. Lho kok tidak pakai huruf "f" pada kata konperensinya? nggak tahu sob, mungkin hal ini berkaitan dengan logat sunda kali yang tidak bisa mengatakan huruf "f", hehehe.



Sebenarnya Ane ingin masuk, tapi Ane di stop oleh salah seorang satpam. Sang satpam mengatakan bahwa gedung ini masih digunakan untuk suatu acara, museum ini dibuka mulai jam 1 siang nanti. Oke, kalau begitu lanjut. Tepat disamping kanan museum ada sebuah jalan yang sangat terkenal di kalangan para wisatawan. Apalagi kalau bukan Jalan Braga. Sudah lama Ane memendam rasa untuk berjalan-jalan menyusuri jalan ini. Kini kesampaian juga.


Lelah, Ah duduk dulu ah!
Penelusuran Jalan Braga Ane awali dari arah selatan. Pemandangan tak jauh berbeda dengan Jalan Asia Afrika. Di Jalan Braga juga masih terdapat bola-bola dunia yang terpasang di tortoar, selain itu kursi-kursi taman dan ornamen lampu bergaya klasik. Bedanya disini dapat banget suasana Bandungnya. Banyak bangunan-bangunan tua bergaya Eropa yang berdiri seperti pertokoan dan tempat hiburan. Tak hanya usianya saja yang tua tetapi bangunan-bangunan ini juga sarat akan nilai sejarah seperti Bank OCBC NISP, Apotek Kimia Farma, Gedung De Majestic, Gedung Dennis Bank BJB, dan lain sebagainya.

Peta yang memberitahukan kepada kita dimana posisi kita sekarang
Kondisi yang tampak disepanjang Jalan Braga
Ini juga
Disini pengunjung tidak perlu khawatir lapar karena di Jalan Braga ini banyak sekali terdapat tempat makan yang berdiri seperti cafe, restoran, rumah makan hingga warung makan. Atau kalau mau merasakan suasana yang berbeda pengunjung bisa menginap di sekitar kawasan ini karena banyak penginapan maupun hotel yang berdiri. Awalnya Ane kira peraturan disini sama dengan peraturan yang diterapkan di kawasan Jl. Malioboro, ternyata tidak pengunjung yang membawa kendaraan roda dua bisa parkir disepanjang jalan ini. Tarifnya 2k per dua jam pertama dan 2k untuk jam selanjutnya. Trtarik?



Tarif parkir di Jalan Braga
Pemandangan ujung utara Jalan Braga
Sampai dimanakah ujung dari Jalan Braga ini? ah ternyata sampai di perempatan. Jalan Braga hanya satu ruas yang membentang dari selatan ke utara. Tak sampai satu jam berjalan kaki dari ujung ke ujung. Nggak percaya? Silahkan datang dan buktikan sendiri ya sob. :-)

4 komentar:

  1. Lu emang petualang sejati gan.. tak lihat postingannya tentang jalan2 semua
    Saya dulu pernah tinggal di bandung, tapi gak lama. Hanya seminggu. Di sekitar cibaduyut sana, pusat pengrajin sepatu..,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, Nggak Kak cuma hobi saja jalan-jalan...
      Lain kali semoga kakak bisa main kesana lagi dan bermain-main di tempat lainnya yang indah-indah :-)

      Hapus
  2. Pengalaman yang menarik tidak hanya tentang wisata tapi detail infonya sampai naik angkot dan dengan fhoto berbagai sudah kota bandung menjadi saya referensi ke bandung dari jogja biasa hanya mengandalkan agen trevel, tp kali ini dengan tulisan ini saya beranikan untuk backpacker bandung, terimakasih sudah berbagai infomrmasi mengenai bandung

    BalasHapus

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me