Rabu, 30 Agustus 2017

Pura Langgar Bangli, Pura Unik yang Ada Bangunan Mushollanya

Hari masih pagi didukung dengan cuaca yang sangat cerah, Selepas mengunjungi Pura Kehen Ane lanjutkan lagi perjalanan Ane menuju ke sebuah obyek wisata lainnya. Masih berkaitan dengan pura, ada sebuah pura lagi yang cukup unik kedengarannya bagi Ane, mungkin tak hanya Ane tetapi juga bagi siapa saja yang mendengarnya. Pura tersebut bernama Pura Langgar yang terletak di Desa Bunutin, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali.



Sebenarnya sieh ini bukanlah kali pertama Ane mengunjungi pura ini, melainkan sudah kedua kalinya. Saat itu pulang dari Desa Penglipuran Ane mampir sebentar, tapi apa boleh buat Ane tak berhasil memasukinya dikarenakan pemangku yang ada di pura ini sedang tidak berada ditempat. Saking penasaran dengan pura tersebut akhirnya Ane mendatanginya lagi dilain hari dan hari inilah rencana Ane tersebut terlaksana.
Dari Pura Kehen Ane pacu kembali kuda hijau Ane kearah selatan menuju Pura Langgar. Tentulah saat menuju pura tersebut Ane melintasi Kota Bangli. Kesempatan inipun lantas tidak mau Ane lewatkan begitu saja. Ane menyempatkan diri sebentar untuk mengelilingi kota ini. Ya, Kota Bangli ini tidaklah begitu luas, saking tidak luasnya dengan mudah Ane dapat menemukan pusat kotanya. Sebuah lapangan yang cukup luas dengan disamping sisinya berdiri gedung-gedung perkantoran. Selain itu sebuah patung dan monumen berdiri disini. Hari masih pagi sehingga banyak para penduduk yang sedang melakukan aktifitasnya terutama anak sekolah yang sedang berolahraga. Puas bersantai-santai disini, Ane kendarai kuda hijau Ane kembali ke tujuan utama Ane.


Patung yang ada disekitar lapangan
Monumen perjuangan Kapten TNI Anak Agung Gede Anom Mudita

"Pura Dalem Jawa (Langgar)", begitulah sebuah tulisan yang tertera pada papan nama yang Ane baca ketika mendekati lokasi puranya. Dari jalan utama letak pura ini tidaklah jauh, Hanya sekitar 75 meter saja. Melewati perkampungan penduduk akhirnya sampailah Ane dilokasi puranya.
Sama seperti kemarin, pura ini terlihat sepi tanpa penjaga seorang pun. Ane bingung dengan keadaan ini, dijalan utama terlihat dengan jelas kalau pura ini selain sebagai tempat sembahyang juga sebagai obyek wisata. Bukankah setiap obyek wisata itu ada penjaganya? ntahlah yang jelas beginilah suasana yang ada disini. Sepi, tak terlihat seorang penjaga maupun pengunjung pun yang datang, dan terkesan horor.



Tanpa ingin memasuki puranya terlebih dahulu, Ane mencari pengempon/pemangku yang memangku pura ini. Beruntung ditengah jalan Ane bertemu dengan seorang warga sekitar bersama seorang anak sedang mengendarai sepeda motor. Ane bertanya kepada beliau dan tanpa diduga serta dinyana bukanlah sebuah jawaban yang Ane terima tetapi bantuan yang sangat, sangat, sangatlah Ane perlukan untuk saat ini. Beliau parkirkan sepeda motornya dan seorang anak tersebut disuruh menjaganya. Kemudian Ane disuruh mengikuti beliau masuk gang-gang rumah yang cukup sempit, saking sempitnya Ane ragu-ragu memasuki gang-gang tersebut, pasalnya sepanjang gang-gang tersebut terdapat penduduk sekitar yang sedang melakukan aktivitasnya. Setiap kali berpapasan dengan warga sekitar, Bapak ini selalu mengatakan "Om Swastiastu". Mungkin kalau dalam islam sama dengan kata "Assalmu'alaikum Warrahmatullahi wabarakatuh". Hingga akhirnya beliau mengatakan Om Swastiastu tersebut didepan sebuah rumah dengan didepannya sedang ada beberapa orang mengerjakan sesuatu. "Inilah rumah pemangkunya", tukasnya.
Ane kira dari beberapa orang tadi salah satunya adalah seorang pemangkunya, ternyata tidak. Tak lama kemudian muncullah seorang wanita tengah baya dari dalam rumah dan beliau memperkenalkan diri kalau dialah pemangku Pura Langgar, namanya AA Biang Mangku. Sebelum kita menuju ke puranya Ane ditanyai terlebih dahulu beberapa pertanyaan mulai dari asal Ane hingga tujuan Ane mengunjungi Pura Langgar.



Ibunya : Masnya namanya siapa?
Ane    : Anis Hidayah Bu!
Ibunya : Asal dari?
Ane    : Jogja
Ibunya : Sudah berapa lama mas Anis tinggal di Bali?
Ane    : Tepat 2 minggu ini Bu
Ibunya : Eow sudah lama rupanya! Masnya tahu letak pura ini
         darimana?
Ane    : Dari internet Bu, sudah banyak kok Bu yang mengulas tentang
         pura ini.
Ibunya : Lalu tujuan masnya kesini untuk?
Ane    : Wisata saja Bu
Ibunya : Bukan karena tugas dari kampus atau tugas akhir?
Ane    : Bukan Bu, saya kesini murni hanya ingin lihat-lihat keadaan
         pura saja dan tak ada kaitannya dengan kampus.
Ibunya : Baiklah mas, nanti kita bincang-bincang tentang puranya di
         sana saja ya?
Ane    : Baik Bu.
Diapun meminta izin kepada Ane untuk masuk rumah sebentar dan berdandan. Setelah berdandan lantas kita menuju puranya bersama-sama. Ditengah jalan beliau bercerita banyak tentang pura ini. Kebanyakan para pengunjung yang datang kesini berasal dari luar Pulau Bali dan bertujuan ziarah. Selain itu tak jarang pula banyak para mahasiswa yang mendatangi pura ini hanya untuk melakukan penelitian.



Sesampainya di ujung jalan terdapat sebuah jembatan yang membujur melintasi sungai cukup kecil. Sang Ibupun mengatakan kepada Ane kalau kita sebaiknya lewat sini saja. Anepun mengikutinya, lantas setelah melewati sebuah pintu masuk sampailah kita dihalaman dalam pura. Ibunya dengan lincah menjelaskan kepada Ane setiap apa-apa yang ada didalam pura ini.
Bangunan pertama yang dikatakan kepada Ane adalah sebuah bangunan bale berlantai keramik dengan dipojoknya terdapat karpet berwarna hijau. Bangunan ini dapat digunakan oleh setiap para pengunjung yang datang khususnya beragama islam untuk sholat. Nah, inilah salah satu keunikan yang dimiliki pura ini. Biasanya yang namanya pura pastilah hanya diperuntukkan untuk sembahyang bagi pemeluk agama Hindu saja, tetapi disini tidak.



Memasuki area selanjutnya pandangan Ane langsung tertuju pada sebuah bangunan yang cukup besar berdiri ditengah-tengah. Inilah kenapa pura ini dinamakan Pura Langgar. Bentuk bangunannya persegi empat mirip dengan musholla/langgar tempat ibadahnya umat Muslim dan disetiap sisinya terdapat sebuah pintu masuk. Ketika Ane bertanya kepada AA Biang Mangku apakah Ane diperbolehkan untuk memasukinya? jawaban beliau tidak. "Jangankan pengunjung yang datang, seorang warga sekitar pun tak boleh memasukinya kecuali saya", katanya. Alasan mengapa hanya saya saja yang boleh memasukinya? lanjut dia bahwa dia sudah disucikan dengan melakukan serangkaian upacara agama terlebih dahulu.



Dia menjelaskan kalau dia sudah mengurusi pura ini sejak lama dan dia telah mengikuti segala peraturan yang berlaku secara turun-temurun. Salah satu aturan yang Ia lakukan adalah tidak pernah makan daging babi sekalipun karena Ia adalah seorang pemangku pura. "Tetapi kalau daging sapi, diperbolehkan", ucapnya.
Dia bercerita banyak tentang pura ini. Pura ini didirikan sekitar abad ke-16 pada saat itu Raja Bunutin yang bertahta bergelar Wong Agung Wilis. Kala itu pewaris Sang Raja, yakni Ida I Dewa Mas Blambangan mengalami sakit keras yang aneh. Tak ada satupun tabib maupun warga yang mampu mengobatinya. Bertapalah Sang Raja Wong Agung Wilis tersebut, dari hasil pertapaannya itu beliau mendapatkan bisikan berupa perintah untuk membangun pelinggih berbentuk langgar.



Awalnya rencana ini tidak berjalan dengan lancar karena keluarga dan saudara-saudara raja menolak dengan keras. Salah satunya Ibu kandung beliau. Maka dari itu disini dibangulah sebuah bangunan yang diletakkan ditengah kolam. Iya, pura ini dikeliling oleh sebuah kolam yang ditumbuhi banyak teratai. Namun karena Raja Wong Agung Wilis yakin dengan bisikan tersebut, akhirnya dia tetap membangun pelinggih tersebut dan saudara-saudaranya tersebutpun banyak yang meninggalkan Bunutin.



Setelah beliau membangung pelinggih berbentuk langgar, apakah yang selanjutnya terjadi? ternyata penyakit Ida I Dewa Blambangan sembuh. Raja Bunutin pun meyakini bahwa kesembuhannya Ida I Dewa Blambangan karena pelinggih ini. Sejak saat itu pura ini semakin dihormati oleh semua warga. Kendati demikian pelinggih ini tetaplah hanya digunakan untuk keperluan persembahyangan umat hindu saja. Sedangkan kalau umat muslim yang ingin melaksanakan shalat, kita sediakan tempat tadi juga tempat wudhu baginya.
Kalau ini merupakan utamaning mandala, nah yang ini merupakan madyaning mandala. Perbincangan kita semakin menarik, ada keunikan lainnya yang cukup menarik mengenai pura ini. Berbeda dengan pura-pura pada umumnya dalam pelaksanaan pemujaan menggunakan daging babi sebagai sesajennya, tetapi disini tidak. Sesajen yang digunakan di Pura Langgar ini adalah daging ayam dan itik. Selain itu, lanjut dia bahwa pura ini pun melaksanakan pemotongan hewan kurban layaknya pemotongan hewan kurban pada Hari Raya Idhul Adha bagi umat islam. Acara pemotongan ini disebut dengan Titi Mama. Hewan yang akan dikurbankan sebelum disembelih diputar-putarkan terlebih dahulu disekitar pelinggih, dan daging yang sudah disembelih dan dipotong-potong selanjutnya dibagikan kepada warga.



Pemandangan indah dapat Ane saksikan saat turun ke bagian terdepan pura/nistaning mandala. Sebuah bangunan wantilan berdiri kokoh cukup besar, sedangkan dibagian belakang bangunan tersebut terdapat kolam yang cukup luas ditumbuhi banyak tumbuhan teratai dengan ditengah dan diseberangnya ada pelinggih. Cantik bener pura ini.


Bangunan wantilan
Kolam yang ada dibelakang bangunan wantilan
Pelinggih yang ada ditengah kolam
Pelinggih yang ada diseberang kolam
Selama didalam tak satupun Ane melihat kotak amal dengan bertuliskan Dana Punia seperti yang pernah Ane lihat di Pura Agung Jagatnatha. Biang Mangku menjelaskan kepada Ane memang pura ini sengaja tidak dipasang kotak-kotak amal seperti yang ada di pura pada umumnya. "Disini tidak ingin pengunjung yang datang merasa terbebani dengan adanya dana punia tersebut, mau berkunjung saja sudah senang", timpalnya. "Toh misalnya para pengunjung tetap ingin memberi dana punia, saya tidak menolaknya", lanjut dia.
Ane merasa tidak enak hati bila tidak memberi dana punia karena sudah ditemani sekaligus mendapatkan banyak informasi darinya, maka dari itu Ane kasihkan dana punia seikhlasnya dan selanjutnya untuk berpamit pulang. Dia berterimakasih kepada Ane dan memberitahukan kepada Ane kalau ingin datang pada saat upacara, datang saja pas ada acara Titi Mama.
Ane hanya manggut-manggut saja, ntah ntar bisa kesini lagi atau tidak. Yang penting sekarang hanya mengiyakan saja apa yang dikatakannya.

2 komentar:

  1. Menarik sejarahnya mas. Baru tau pura imi msh ada unsur islamnya.. Sampe2 pemangkunya juga hrs patuh ga boleh makan babi yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yo'i mbak, saya juga awalnya kaget ternyata ya kenyataannya seperti itu...

      Hapus

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me