Kamis, 16 Maret 2017

Pura Goa Lawah, Ada Keunikan Dibalik Sifat Misterinya

Kunjungan Ane kesini sebenarnya tidak terencana dan tidak terdaftar untuk hari ini. Awalnya sieh Ane hanya merencanakan kunjungan ke Pura Besakih dan pusat Kota Semarapura saja. Tapi pas buka-buka daftar kunjungan Ane dihari berikutnya dengan sengaja Ane membaca tentang Obyek Wisata Pura Goa Lawah yang terletak masih dalam satu kabupaten dengan Monumen Puputan Klungkung, alhasil setelah beristirahat di salah satu Bale Bengong Monumen Puputan Klungkung jadilah Ane berkunjung kesini.
Inilah yang namanya sebuah perjalanan, saat pertama kali menginjakkan kaki ditempat baru pastilah tak tahu arah mana jalan yang harus Ane lewati. Pasalnya tak ada GPS, kompas, maupun alat teknologi lainnya yang menyediakan layanan map yang Ane gunakan, yang ada hanyalah nama sebuah tempat dan alamatnya saja.
Seperti perjalanan ke Pura Goa Lawah ini, hanya berbekal nama pura yang terletak di Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Ane nekat menyambanginya. Ane tidak tahu lewat jalan mana yang harus Ane lalui, yang Ane tahu hanyalah pura ini terletak persis di pinggir jalan raya dari Kota Denpasar menuju Pelabuhan Padang Bai.



Kalau dari Kota Denpasar menuju kesini, pastilah akan lebih mudah Ane dalam menemukannya. Dari Kota Denpasar, tinggal cari Jl. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra lalu jalan lurus kearah timur. Tapi ini dari Kota Semarapura, pastilah tak semudah itu. Alternatifnya Ane harus menuju jalan bypass terlebih dahulu barulah menuju kesini. Sempat beberapa kali Ane bertanya kepada warga masyarakat setempat, beruntung jalan yang Ane cari akhirnya ketemu juga. Tak lebih dari setengah jam tibalah Ane disebuah tempat yang Ane cari-cari sebelumnya. Tempat tersebut bernama Pura Goa Lawah.
Puranya ada disebelah kiri jalan, sesampainya Ane disini tampak banyak para pengunjung yang datang akan melaksanakan ibadah. Hal ini terlihat dari cara berpakaian mereka, memakai udeng di kepala (laki-laki), berpakaian rapi, dan memakai selendang di pinggangnya (perempuan). Selain itu hampir semua wanita membawa kotak berbentuk persegi yang diletakkan diatas kepalanya.
Untuk sampai di lokasi puranya, dari parkir kendaraan bermotor Ane harus bergerak kearah barat terlebih dahulu menuju loket pembayaran. Terlihat disebelah kiri loket berdiri dengan kokoh bangunan wantilan yang cukup besar bersanding dengan Pura Beji, sedangkan disebelah kanannya terdapat sebuah papan informasi yang tentunya memuat informasi tentang pura ini. Salah satunya mengenai masa konstruksi kegiatan renovasi tahun 2006.


Bangunan wantilannya
Sebuah informasi mengenai pura ini
Pura Bejinya
"Mau masuk kedalam mas?", tanya salah seorang petugas ketika Ane sampai di loket pembayarannya.
"Iya Pak", jawab Ane dengan singkat.
"Tapi harus pakai sarung dan selendang ya mas?", suruh beliau sambil menyodorkan perlengkapan pakaian yang tersedia.
"Baik Pak, saya sudah bawa sendiri kok Pak", jawab Ane sambil mengeluarkan selendang, sarung, dan udeng dari dalam tas.
"Baik mas", jawab Sang Petugas dengan singkat.



Setelah siap masuk kedalam, Ane diberi beberapa informasi oleh Sang Petugas tersebut bahwa Ane hanya diizinkan masuk sampai di madyaning mandala saja, selain itu Ane tak diperbolehkan masuk kedalam dengan membawa tas ransel Ane dan untuk tiketnya Ane hanya dikenai besaran uang 5k saja. Ane taati semua kata-kata petugas tersebut, sehabis membayar masuklah Ane ke dalam wilayah pura.




Sama seperti pura pada umumnya, pura ini terbagi menjadi 3 wilayah yaitu jaba luar, jaba tengah, dan jeroan (halaman utama). Di jaba luar yang Ane lihat hanyalah berupa tanah lapang yang cukup luas tanpa banyak bangunan bale maupun peliggih yang berdiri. Begitupula dengan jaba tengah, tak banyak yang Ane lihat yang ada hanyalah 2 buah bangunan bale yang berdiri di pojok sebelah kanan dan beberapa pelinggih sebagai tempat beribadah.




Tampak sudah ada beberapa pengunjung yang datang. Awalnya tempat ini cukup sepi, namun lama-kelamaan area jaba tengah ini semakin ramai bak lautan manusia. Mereka semua akan melakukan ibadah. Begitu datang mereka langsung mengambil posisi duduk didepan pelinggih, mereka satukan kedua telapak tangan tepat didepan kepalanya. Seketika itu nampak pengempon pura menyiprat-nyipratkan air suci kepada mereka. Begitu selesai mereka berkumpul didepan kori agung guna melaksanakan ibadah selanjutnya.


Kondisi awal wilayah jaba tengah yang masih sepi
Mereka yang akan melaksanakan ibadah disucikan terlebih dahulu disini
Kondisi akhir wilayah jaba tengah yang sudah ramai sekali
Meskipun Ane hanya diizinkan masuk sampai disini, tapi Ane cukup puas dengan apa yang Ane lihat sekarang. Banyak keunikan-keunikan yang terjadi disini diantaranya berkaitan dengan gamelan. Tak hanya bapak-bapak saja yang memainkan gamelan, tetapi juga ibu-ibu. Jari-jemari tangan mereka dengan lincah nan lihai memainkan alat musik tersebut. Suara yang dihasilkan pun cukup indah, tak berbeda jauh dengan bapak-bapak.


Kalau ini bapak-bapak yang sedang memainkan gamelannya
Sekarang giliran ibu-ibu yang mengambil alih semuanya, Ane pun sangat tertarik untuk mengabadikan foto bersama mereka 
Lihai bukan mereka semua ini?
Keunikan lainnya yaitu terdapatnya sebuah relief kelelawar berwarna keemasan sedang membentangkan kedua sayapnya disalah satu gerbang/candi gelung yang memisahkan halaman tengah (jaba tengah) dengan halaman dalam (jeroan). Sesuai dengan namanya Lawah yang berarti kelelawar maka tak heran bila relief tersebut ada disini.



Cukup lama Ane berada disini, melihat orang-orang yang akan melaksanakan ibadah, melihat bapak-bapak dan ibu-ibu memainkan seperangkat alat gamelan, serta berusaha mengamati lebih detail struktur bangunan pura. Tampak semua orang berdiri tanda gapura masuk akan segera dibuka. "Kalau masuk dari sini, lalu keluarnya lewat mana ya?", fikirku. Ternyata eh ternyata setelah keluar dari Jaba Tengah dan menuju pulang Ane melihat semua orang yang selesai beribadah di halaman tengah keluar lewat pintu samping kiri.




Ane kembali lagi ke loket guna mengambil tas yang Ane titipkan. Tadinya setelah mengambil tas, Ane langsung capcus menuju Kota Denpasar. Tapi apa daya tubuh ini, rasa penasaran membayangi fikiran Ane ketika membaca papan petunjuk mengarah keatas dengan nama "Pura Pucak Sari". Apalagi ketika Ane melihat beberapa orang yang telah beribadah juga menuju kesana, bertambah pula rasa penasaran Ane.



Dua buah patung naga memakai mahkota seolah-olah menyambut siapa saja yang datang. Tubuhnya lurus mengekor berada disamping kanan dan kiri anak tangga. Sementara pemandangan yang terlihat sejauh mata memandang adalah semak belukar yang cukup lebat nan hijau. Ane sempat syok ketika melihat banyak anjing yang sedang berkeliaran disepanjang jalan ini pasalnya Ane pernah mengalami kejadian yang tidak enak bersama anjing. Ane pernah dikejar anjing hingga ditabrak kendaraan sepeda dan hampir saja juga ditabrak kendaraan bermotor. Maka dari itu sampai sekarang Ane masih takut dengan yang namanya anjing.



Ane ikuti jalan setapak ini hingga akhirnya bertemulah dengan sebuah pura yang memang sengaja Ane tuju. Pura tersebut bernama Pura Pucak Sari. Puranya cukup kecil dan sepi. Hanya ada beberapa orang saja yang sedang beribadah. Tak banyak yang dapat Ane lakukan disini selain melihat mereka dan berfoto-foto. Maka dari itu setelah mengambil foto seperlunya, lantas Ane turun menuju kebawah.






Langit tampak menghitam pertanda hujan akan segera turun. Lagi-lagi niatnya mau pulang tapi tidak jadi-jadi. Diseberang jalan tampak pantai yang menghadap laut lepas. Banyak para pedagang yang menjajakan barang dagangannya disana. Setelah melewati parkiran, Ane sempatkan diri sebentar menuju ke pantai tersebut. Garis pantainya cukup panjang, berpasir hitam bercampur dengan batu-batuan kecil. Diseberang sana tampak sebuah bukit yang cukup indah. Namun sayang beribu sayang indahnya bukit tersebut tidak dibarengi dengan indahnya pantai ini. Pantai ini keindahannya harus tercoreng karena banyak sampah yang berserakan di tepi pantai.





Hal inilah yang membuat selera makan Ane hilang seketika. Niatnya mau makan sambil menikmati indahnya pantai, akhirnya tidak jadi ketika melihat kondisi yang seperti ini disini. Kalau begitu Ane mau cari tempat makan ditempat yang lain dulu sebelum meninggalkan Kabupaten Klungkung ini. Kira-kira dimana ya? hmmm, ada deh. Pokoknya plototin terus aja ya sob blog ini. Sampai Jumpa!

2 komentar:

  1. Mas kamu udh ga di jogja yaa.. Skr lbh banyak bali trs nih yg ditulis :)

    Samaaa.. Aku jg suka serem kalo jalan di bali, banyak anjingnya berkeliaran itu loh. Kan takutya di kejar.. Pernah juga dulu.. :( ..makanya kalo udh ngeliat anjing liar gt, aku mnding menghindar de

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah nggak mbak,,, Iya
      Bali memang banyak anjing yang berkeliaran ya mbak ya,,,
      Kalau di kejar ya jadi berabe urusannya ya mbak Fanny

      Hapus

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me