Senin, 16 Mei 2016

Museum Gumuk Pasir Jogja, Bangunannya Penuh Dengan Filosofi

Mungkin sebagian orang belum banyak yang tahu akan keberadaan tempat ini, maklum tempat ini terbilang cukup jauh dari pusat kota dan sedikit tersembunyi. Ane sendiri yang sudah lama tinggal di Bantul belum lama ini mengetahuinya. Awalnya Ane kira museum ini berada dekat dengan Pantai Parangtritis, tapi bolak - balik lewat Pantai Parangtritis tak sekalipun Ane melihatnya. Lama - lama Ane menjadi penasaran, sebenarnya dimanakah letak keberadaan dari museum ini. Usut - punya usut setelah makan Sate Kambing Sor Talok dan mencarinya serta tanya sana - tanya sini akhirnya ketemu juga tempat yang Ane maksud dan tahukah sobat dimanakah gerangan berada? yakni terletak dekat dengan Pantai Depok. Tepatnya di Dusun Depok, Kelurahan Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.


Alamak, kalau gini caranya kenapa nggak dari dulu Ane berkunjungnya. Ane sendiri selain bolak - balik lewat Pantai Parangtritis juga sering berkunjung kesini buat beli ikan segar di Pantai Depok. Oke, back to tpic, ngomong - ngomong soal museum ini Ane sendiri lebih suka menyebutnya dengan Museum Gumuk Pasir lho sob dibandingkan dengan nama aslinya yakni Parangtritis Geomaritime Science Park (PGSP). Lidahnya aja lidah Indonesia, jawa pula jadi lebih nyaman menyebutnya demikian. Kesan pertama Ane ketika melihat museum ini adalah museumnya cukup unik, luas dan bersih. Sesuai dengan namanya di area sekitar museum banyak terdapat pasir. Namun sayang tak ada tanda - tanda kalau museum tersebut buka.



Ane tak nyerah berbalik arah begitu saja sob, Anepun tetap masuk kedalam area dan bertanya kepada penjaga keamanannya apakah museum ini buka atau tidak. Dari pernyataan beliau cukup membuat Ane lega kalau museum ini buka. Cuman dia bilang kalau Ane harus menunggunya sebentar. Oke, Ane yang tak keberatan pun menunggunya. Dari gelagatnya Pak Satpam tersebut sedang menelpon seseorang. Benar saja setelah di telpon, muncullah seorang pria laki - laki yang tampak masih muda dari salah satu gedung. Gedung tersebut tak lain dan tak bukan adalah sebuah kantor. "Mas Yopi", begitulah dia memperkenalkan namanya kepada Ane. Orangnya ramah dan dengan sabarnya beliau menjawab setiap pertanyaan yang Ane ajukan.



Sebelumnya dia minta ma'af kalau museum ini dalam keadaan tertutup. Dia menjelaskan kenapa museum ini selalu dalam keadaan tertutup. Pertama karena pengunjungnya masih sepi paling yang berkunjung perharinya tak sampai 10 pengunjung. Jadi begitu tiba disini, pengunjung bisa menghubungi beliau secara langsung. Alasan kedua adalah museum ini dekat dengan air laut sehingga angin yang berhembus adalah angin laut sehingga angin ini bisa menimbulkan dampak yang buruk bagi museumnya salah satu contohnya bisa membuat karat besi dengan cepat. Eow iya sob, museum ini terdiri dari 4 lantai dengan setiap lantainya dihubungkan dengan tangga yang memiliki pegangan berupa bijih besi. Begitupula dengan koleksinya yang kebanyakan berasal dari bahan besi. Dari kesemuanya itu point yang terakhir inilah menurut Ane yang paling masuk akal.


Tangga penghubung antar lantai
Cukup tinggi juga gedung ini
"Sambil berkeliling sambil ngobrol", itulah yang kita lakukan. Begitu menaiki tangga, kita langsung berjumpa dengan lantai dua. Koleksi yang pertama kali Ane lihat adalah alat untuk mengambil gambar dari udara. Begitu banyak proses yang dilakukan untuk mengambil gambar dari udara sehingga menghasilkan hasil yang optimal. Disini Ane langsung teringat akan keberadaan google map, Anepun menanyakan hal ini kepadanya. Ternyata alat yang digunakan berbeda. Kalau dulu untuk menggambar sebuah peta masih menggunakan cara yang manual menggunakan alat ini, tapi kalau sekarang seperti google maps sudah menggunakan cara digital.




Banyak koleksi yang ada disini berkenaan dengan kegiatan pembuatan peta sob sehingga menghasilkan gambar yang bagus. Lalu dimanakah tempat yang menerangkan gumuk pasirnya? ternyata ada di tempat lain. Ane kira awalnya museum ini memiliki jembatan penyeberangan antara gedung yang satu dengan yang lainnya, tapi dugaan Ane salah. Jembatan yang Ane duga tersebutlah lorong pengetahuan tentang gumuk pasir berada. Lorong ini juga ada kaitannya dengan konsep bangunan museumnya itu sendiri lho sob.



Sederhananya begini, bentuk bangunan museum ini mempunyai filosofi seperti terjadinya gumuk pasir. Museumnya diibaratkan sebagai gunung Merapi, nah lorong pengetahuannya diibaratkan dengan sungainya. Sedangkan bangunan paling belakang diibaratkan muaranya. Jadilah bangunan tersebut mempunyai bentuk yang unik sekaligus mengandung filosofi yang unik pula.
Mungkin dalam hati sobat bertanya - tanya, "bagaimanakah terjadinya gumuk pasir yang selama ini kita dengar?" sebagai contoh Gumuk Pasir yang terhampar di sepanjang Pantai Parangtritis hingga Pantai Depok
.

Jadi begini sob, berdasarkan penjelasan yang Ane baca dari lorong pengetahuan bahwa proses terbentuknya gumuk pasir di Parangtritis berawal dari Gunung Merapi yang mengalami erupsi atau mengeluarkan material vulkanik. Material tersebut dapat berupa awan panas beserta debu, pasir, lahar panas, lahar dingin dan batu - batuan yang mengalir ke sungai - sungai yang berhulu di Merapi seperti sungai Bedok, Boyong, Opak, Gendol, dll. Sungai - sungai yang membawa material vulkanik berkumpul membentuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dan menuju ke muara opak.
Sesampainya di muara, material - material vulkanik tersebut dihantam oleh ombak laut selatan yang menggerus pasir menjadi butiran pasir halus. Deburan ombak ini dapat mengubah pasir menjadi butiran sangat halus berukuran 0,02 mikron sehingga mampu di terbangkan oleh angin dengan kecepatan 2 m/s.
Aktivitas ombak dalam pembentukan gumuk pasir tidak terhenti sampai disini saja. Pasir halus yang sudah terbentuk tadi kemudian diendapkan menuju ke tepi pantai. Sesampainya di tepi pantai, pasir yang basah tersebut mengalami pengeringan secara terus - menerus oleh matahari. Pasir yang kering terbawa tiupan angin menuju daratan.
Pasir yang terbawa angin mengendap di daratan secara terus - menerus. Endapan semakin banyak dan berkembang menjadi gundukan - gundukan pasir. Gundukan inilah yang kemudian disebut sebagai gumuk pasir (bukit pasir). Gumuk pasir yang terbentuk memiliki ciri khas sesuai arah hembusan angin. Adanya bukit karst yang terletak di sebelah timur Parangtritis menyebabkan hembusan angin dari arah tenggara lebih kuat, sehingga pola gumuk pasir menghadap ke arah tenggara.



Lalu apakah setiap gundukan pasir dapat disebut dengan gumuk pasir? oh ternyata tidak sob, berikut syarat pembentukan gumuk pasir:
1. Pantai landai
2. Tersedia pasir sebagai pemasok material
3. Gelombang mampu menghempaskan pasir ke darat
4. Arus sepanjang pantai kuat, beda air pasang dan surut cukup besar
5. Ada perbedaan tegas antara musim kemarau dengan musim hujan.
Sekarang sudah tahu kan sob mengenai gumuk pasir?
Seusai membaca - baca tentang gumuk pasir, Ane balik badan menuju lokasi museumnya kembali. Masih di lantai 2, disini ada beberapa alat yang ditampilkan salah satu yang masih Ane ingat adalah B8S yang mempunyai fungsi untuk flotting secara fotogrametris dari hasil pengamatan menggunakan PUG. Hasil dari proses ini berupa peta manuskrip.



B8S
Berbeda dengan lantai 2 yang banyak menampilkan peralatan berkenaan dengan peta, di lantai 1 ini justru menampilkan tentang keadaan alam pesisir Bantul. satu persatu Pantai yang ada di Kabupaten Bantul dijelaskan secara terperinci. Di setiap pantainya ditampilkan tumbuhan apa saja yang mayoritas hidup di situ.
Di tengah - tengah perjalanan, Mas Yopi bilang kalau isi yang ada museum ini nantinya akan di ubah. Contohnya saja di lantai 1 ini dimana tak hanya menampilkan keadaan pesisir Bantul saja, tetapi juga lebih luas keadaan alam pesisir Indonesia atau bahkan dunia. Ane sebagai pengunjung hanya berharap semoga rencana itu terlaksana dengan baik dan bukan hanya sebatas wacana saja.



Masih ada dua lantai lagi yang belum Ane datangi. Mas Yopi mengatakan kalau di lantai 3 khusus menampilkan tentang batu - batuan dan lantai 4 bisa melihat birunya air laut. Jadi di lantai 4 ini berfungsi layaknya sebuah menara pandang. Dengan dikatakannya demikian membuat Ane mearasa cukup dan cukup sudah perjalanan Ane di Museum Gumuk Pasir ini. Ane sudah memberitahukan koleksi - koleksi yang ada di Lantai 1 dan 2, sekarang giliran sobat buat mengeksplorer lantai 3 dan 4. Gimana, penasarankah?
Bagi sobat yang masih penasaran dan belum tahu lokasi persisnya, berikut gambaran rute menuju lokasi museumnya:



Dari Kota Yogyakarta tepatnya di perempatan lampu merah Pojok Beteng Wetan, bergeraklah ke arah selatan melalui Jl. Parangtritis hingga bertemu perempatan jalan antara Jl. Parangtritis dengan Jl. Ringroad Selatan. Dari sini masih lurus lagi ke arah selatan melalui Jl. Parangtritis dan melewati sebuah pertigaan lampu merah dan tiga buah perempatan lampu merah hingga Gerbang masuk (TPR) Kawasan Pantai Parangtritis. Tepat di depan TPR ini ada sebuah belokan yang mengarah ke arah kanan (barat) searah menuju Pantai Depok. Belok ke jalan tersebut hingga Gerbang masuk (TPR) Kawasan Pantai Depok. Tepat di depan TPR ini ada sebuah jalan yang mengarah ke kiri (timur). Nah, beloklah ke jalan tersebut dan tak lama lagi sampailah sobat di tempat yang sobat maksud.
Sebenarnya ada jalan lain menuju kesini sob, dari TPR Pantai Parangtritis masuk aja ke arah Pantai Parangtritis. Sebelum menemukan tikungan, sobat akan melihat sebuah masjid di kanan (barat) jalan. Tepat di samping kiri (selatan) masjid ada belokan jalan yang mengarah ke barat. Beloklah kedalam jalan tersebut, walaupun jalannya cukup kecil namun sudah beraspal. Ikutilah jalan ini dan sekitar kurang lebih 7 menit sampailah sobat di tempat yang sobat maksud.
Jam buka museum:
Senin - Jumat    : 8 pagi - 4 sore
Sabtu dan minggu : libur
Eow iya sob, Museum Gumuk Pasir ini sangat dekat lho dengan Pantai Depok. So, bila sobat berkunjung ke Pantai Depok bisa langsung tuh berkunjung kesini.
Let's Go

Minggu, 24 April 2016

Museum Kayu Wanagama Jogja, Kondisinya Kini Memprihatinkan


Selepas dari Warung Soto Tan Proyek perjalanan kita lanjutkan kembali menuju kesini sob. Jarak antar kedua tempat tersebut tidaklah terlalu jauh sehingga membuat perjalanan kita tak memerlukan banyak waktu. Tapi kita sempat salah jalan, merasa kurang yakin dengan apa yang kita lalui bertanyalah kita pada seorang bapak - bapak yang sedang mencari rumput.
Ane      : Nuwun sewu pak, ajeng badhe tanglet," bilih Museum Kayu
           Wanagama niku nopo leres nggeh lewat mergi niki?
           Permisi Pak, mau tanya," Museum Kayu Wanagama itu apa 
           benar ya lewat jalan ini?
Bapaknya : Eow salah mas, mase kelewatan. Museum Kayu Wanagama niko
           wonten cerak Rest Area (nek teko Jogja setelah jembatan
           cerak Rest Area). Nek saking mriki pas sebelum jembatan
           mas. Mengke lak wonten dalan ke kiri nah mlebet mawon,
           Boten tebih kok saking belokan niku.
           Eow salah mas, masnya kelewatan. Museum Kayu Wanagama itu
           ada dekat Rest Area (jika datang dari Kota Jogja setelah
           jembatan dekat Rest Area). Jika dari sini pas sebelum
           jembatan mas. Nanti kan ada jalan ke kiri nah masuk aja,
           tidak jauh kok dari belokan itu.


Ane      : Berarti mergi nipun mergi tanah nggeh sanes aspal?
           Berarti jalannya jalan tanah ya bukan aspal?
Bapaknya : Nggeh leres mas, riyen niko aspal. Nanging sakniki
           sampun risak.
           Iya benar mas, dahulu itu aspal. Tapi sekarang sudah
           rusak.
Ane      : Eow
           Eow
Bapaknya : Mase saking pundi?
           Masnya dari mana?
Ane      : Kulo saking Bantul Pak, celak kaleh Samas
           Saya dari Bantul Pak, dekat dengan Samas
Bapaknya : Eow, Bantul tow
           Eow, Bantul tow
Ane      : Nggeh mpun Pak. Matur nuwun nggeh!
           Ya sudah Pak. Terima kasih ya!
Bapaknya : Nggeh mas, sami - sami.
           Iya mas, sama - sama.


Gimana, sudah ganteng kan?

Monggo pinarak, silahkan duduk
Tanpa membuang - buang waktu lagi, bergegaslah kita menuju ke museum tersebut. Benar saja kita tak mengetahuinya dengan pasti. La gimana ndak tersesat lawong papan petunjuk saja tak ada dan jalannya ituloh sob bila dilihat dari Jalan Raya Yogyakarta - Wonosari, tak meyakinkan kalau didalam sana ada sebuah bangunan museum. Jalannya berupa jalan tanah dengan sedikit bebatuan yang sudah tak halus lagi. Di samping kanan dan kiri banyak ditumbuhi berbagai macam jenis pepohonan sehingga suasana menjadi sangat sejuk.
Tak ada bangunan apapun disini yang ada hanyalah sebuah bangunan rumah panggung yang Ane kira awalnya bukanlah sebuah museum. Dengan rasa tidak percaya Hanna pun bertanya kepada Ane,"apakah mungkin bangunan tersebut adalah museumnya?". Dengan rasa percaya diri Ane pun memberi jawaban kalau rumah tersebut memang bangunan museum yang daritadi kita cari. Ane sebelumnya cari - cari di internet tentang museum ini dan bangunan rumah tersebut persis dengan apa yang Ane lihat di internet.



Wajar aja sob bila sahabat Ane ini ragu - ragu. Pasalnya bangunan ini terlihat tak seperti bangunan museum pada umumnya yang terbilang bersih, rapi dan terawat dengan baik. Bangunan ini justru tak terlihat secara jelas dari jalan dan terkesan horor seperti bangunan rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Serem? iya sieh sob cuman kesan berbeda ketika sampai di rumah panggungnya yang terasa nyaman, sejuk, segar dan jauh dari kata serem.


Hijaunya Keadaan pemandangan alam sekitar

Pahatan yang sempat membuat Ane heran dan sekaligus terkagum - kagum
Berdasarkan buku yang Ane dapatkan dari salah satu petugas Museum RS. Mata dr. Yap yang berjudul "Museum di Yogyakarta Jendela Memaknai Peradaban Zaman" bahwa rumah panggung ini awalnya merupakan bekas kantor Ajun Semarang Timur yang dibuat pada tahun 1806 di Kedungjati. Baru pada tahun 1994 bangunan tersebut di pindah ke Wanagama.
Bentuk bangunannya simetris dengan lantai yang terbuat dari kayu, berteras memanjang di sisi depan dan belakang. Namanya saja museum kayu ya sob, di setiap sisinya itu terdapat berbagai macam kayu dengan berbagai bentuk. Ane menduga bahwa kayu - kayu yang ada disini bukanlah kayu yang berumur masih muda, tetapi kayu yang lumayan sudah cukup berumur.


Teras di sisi depan
Teras di samping sisi kiri
Teras di samping sisi kanan 
Teras di sisi belakang

Sudah ada 2 edukator yang berjaga disini yang terdiri dari seorang laki - laki dan perempuan. Beliau dengan ramah menjawab setiap pertanyaan yang kita ajukan, bahkan kita sempat ngobrol dalam waktu yang sangat lama. Belakangan baru Ane ketahui namanya Mas Udin dan Mbak Mega.
Mbak Mega : Mau masuk mas?
Ane       : Iya mbak
Mbak Mega : Silahkan mengisi buku tamu dulu ya mas.
Ane       : Baik mbak. Mbaknya sendirian?
Mbak Mega : Nggak mas, berdua ama masnya yang ada di dalam.
Ane       : Eow
Berdasarkan keterangan dari mereka bahwa koleksi Museum Kayu Wanagama Yogyakarta yang paling tua umurnya adalah dua buah fosil kayu dimana sebuah kayu berjenis kayu ulin dari Riau dan sebuah jenis lainnya berjenis kayu jati dari Imogiri. Fosilnya tampak membatu seperti batu karang. Kedua benda ini menghiasi ruang museum bagian depan.



Ini nieh sob fosil kayu yang Ane maksud
Masih di bagian depan, disini terdapat sebuah patung berdiri kokoh yang sepertinya menjadi sebuah simbol keberadaan akan Museum Wanagama ini. Patung tersebut adalah Patung Gupala yang terbuat dari kayu sengon berumur kurang lebih 50 tahun. Sedangkan di atas meja terdapat berbagai jenis patung sepasang patung Roro Blonyo dan Jaka Blonyo (dari kayu sawo berasal dari Gunungkidul dan Boyolali). Patung - patung tersebut terpahat dengan indah.



Kita perhatikan satu persatu koleksi yang ada sambil apalagi kalau bukan narsis abisss, :-). Di bagian lain kita menjumpai koleksi berupa kayu - kayu dengan berbagai bentuk. Ada beraneka macam set meja kursi, tempat tidur khas Madura, dan bahkan ada juga kayu yang tidak dibentuk alias di pajang sesuai dengan aslinya. Kayu - kayu yang di pajang disini sepertinya memang sudah berumur cukup lama. Hal ini terlihat dari tampilannya yang sebagian telah di makan oleh hewan kecil pemakan kayu. Sungguh sangat disayangkan!



Meja dan kursi
Ranjang tempat tidur
Tanpa bentuk, di pajang sesuai aslinya
Selain itu, adapula berbagai perlatan dapur dan pertanian yang di pajang seperti caping gunung, tampah, centong, keranjang, dan lain sebagainya. Khusus caping gunungnya Ane pernah memakainya lho sob, di Museum Tani Jawa Indonesia.


Caping gunungnya Pak Tani

Dengan langkah berhati - hati Ane menuju ke koleksi berikutya, jangan bayangkan lantai ini bisa untuk enjlog - enjlogan ya sob apalagi untuk konser (mustahil), lawong dengan langkah biasa saja kita harus berhati - hati. Maklum lantai yang terbuat dari kayu ini usianya sudah sangat tua apalagi kondisi atap museum yang dalam keadaan bocor tentulah air hujan akan mengikisnya.


Tuh atapnya pada bolong, pada percaya kan sob?
Koleksi - koleksi yang ada disini sungguh beragam dan komplit sob. Dari berbagai macam koleksi yang ada, Ane tertarik pada patung - patung binatang yang mirip dengan aslinya. Sebut saja patung sapi dan patung naga. Yang menjadi pertanyaan Ane adalah,"Apakah benar patung - patung tersebut terbuat dari kayu?", pasalnya setelah Ane menyentuhnya, patung - patung tersebut terasa keras dan cenderung sekeras batu.


Jadi ini patung terbuat dar kayu apa batu ya? Hmmm
Cilup ba, ciluuup baaa
Fasilitas yang ada disini terbilang cukup minim, selain tak ada penjelasan secara singkat di setiap obyeknya, juga tak ada larangan atau himbauan untuk tidak menyentuhnya. Ane sempat berfikir,"kira - kira apasaja ya yang bisa dilakukan pengunjung terhadap obyek - obyek ini bila berkunjung kesini? Lawong ditulisi peringatan saja masih tetap melanggarnya, apalagi tidak ditulisi seperti ini? Hmmm, salah satu contohnya deh sob seperti yang Ane lakukan berikut ini.


Jangan ditiru, contoh yang tidak baik
Sesudah mengeksplorer bagian dalam museum, Ane sempatkan berbincang - bincang dengan para edukatornya. Dari sini dapat Ane ketahui bahwa museum ini memang dibiarkan secara natural. Banyak pengunjung yang bertanya mengenai museum ini dan prihatin dengan kedaan museum yang seperti sekarang ini mulai dari lantainya, gentengnya dan fasilitas pendukungnya. Mas Udin mengatakan bahwa Mengenai lantai dan gentengnya, sebenarnya sudah ada niatan untuk memperbaikinya. Sudah ada beberapa perusahaan yang mencoba menawarkan bantuannya, namun sampai sekarang bantuan - batuan tersebut belum juga datang, maka sementara dibiarkan dulu begitu saja.



Eh yang moto kelihatan!
Beliau juga mengatakan kalau Kedepannya museum ini akan berbenah dan dirancang layaknya sebuah museum. Jalan masuk diperbaiki dan akan di pasang sebuah plank yang menunjukkan ke arah museum tersebut. Anepun ikut medoakannya dan berharap semoga rencana ini cepat terlaksana dan bukan hanya sebatas wacana saja.
Disela - sela kita berbincang - bincang, datanglah tiga pengunjung yang sepertinya seusia dengan kita. Dua orang laki - laki dan seorang perempuan. Dari penampilannya anak - anak muda tersebut bukanlah mau mempelajari sesuatu dari museum ini, melainkan hanya numpang foto - foto saja. Pasalnya berbagai peralatan kamera mereka bawa mulai dari tas kamera, lensa, tripod dan kamera itu sendiri. Dugaan Ane tidak melesat, mereka hanya masuk sebentar untuk mengambil foto, setelah itu keluar dan menghabiskan waktunya jepret - jepret di luar museum.


Ukirannya bagus - bagus kan sob?
Ini juga?
Langit mulai menghitam, sepertinya akan segera turun hujan. Agar tak kehujanan di jalan, kitapun segera berpamitan dengan para edukatornya Mas Udin dan Mbak Mega, mengucap rasa terima kasih karena sudah bersedia bincang - bincang dengan kita dan sekaligus pamit untuk melanjutkan perjalanan lagi.
Setelah kita dari sini masih ada beberapa destinasi lagi yang akan kita kunjungi salah satunya Embung Nglanggeran. Disini Ane sempat ragu - ragu apakah jadi kesana atau tidak. Namun karena ada dorongan kuat dari sahabat Ane jadilah kita pergi kesana. Bagaimanakah lanjutan ceritanya? tunggu cerita Ane selanjutnya ya sob.
Cara menuju Museum Kayu Wanagama Yogyakarta:
Museum Kayu Wanagama ini letaknya sangat dekat dengan Jl. Raya Yogyakarta - Wonosari. Dari Kota Jogja bergeraklah melalui Jl. Wonosari -) Bukit Bintang (bukit Pathuk) -) Pertigaan Sambipitu -) masih lurus lagi hingga bertemu jembatan yang di samping kirinya terdapat Rest Area. Lurus sedikit kira - kira kurang lebih 45 meter dan lihatlah di sebelah kanan jalan sobat akan menjumpai belokan ke kanan. Walaupun jalannya tak begitu lebar dan berupa jalan tanah, jangan ragu - ragu masuklah kedalam belokan tersebut. Tak lama kemudian sampailah sobat di Museum Kayu Wanagama ini. Letak museumnya berada di sebelah kiri jalan dan menjorok kedalam hutan sejauh 50 meter.



Akan lebih mudah lagi bila sobat datang dari arah Kota Wonosari. Dari Bundaran Siyono bergeraklah ke arah utara melewati sebuah pertigaan lampu merah dan perempatan lampu merah. Lurus lagi hingga sobat menemukan sebuah jembatan yang di samping kanannya terdapat Rest Area. Lihatlah ke kiri, sebelum jembatan ini ada sebuah jalan masuk ke arah kiri. Masuklah kedalam jalan tersebut dan tak lama lagi sampailah sobat di tempat yang sobat maksud.


Woke?
Berdasarkan informasi yang Ane dapatkan dari para edukatornya, bahwa Jam Buka Museum:
Senin - Kamis: 08.00 - 14.00 WIB
Jum'at       : 08.00 - 12.00 WIB
Sabtu        : 08.00 - 13.00 WIB
Minggu       : Tutup/Libur
Let's Go

Senin, 18 April 2016

Museum Gunung Merapi, Tempatnya Belajar Tentang Gunung Api di Indonesia dan Dunia

Destinasi terakhir yang Ane kunjungi dalam acara kunjungan Ane di Kawasan Wisata Kaliurang ini adalah Museum Gunung Merapi sob yang terletak di Dusun Banteng, Hargobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Selepas dari Museum Gempa Bumi Prof. Dr. Sarwidi dan Museum Ullen Sentalu, Ane arahkan kuda hijau Ane menuju kesini. Museum ini terletak sekitar 3 Km an dari Museum Ullen Sentalu dan jalan yang Ane lewati cenderung menurun jadi Ane tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai sini.



Kesan pertama Ane datang ke tempat ini adalah museum yang unik dan indah. Unik karena bangunan museumnya tak seperti bangunan pada umumnya, bentuknya seperti layaknya sebuah gunung bila di lihat dari depan. Indah karena selain kita menyaksikkan bangunan museumnya juga dapat menyaksikkan betapa gagahnya gunung merapi di belakang sana. Tak hanya itu cuaca yang sejuk khas Kaliurang menambah nilai plus tersendiri bagi setiap para pengunjung yang datang tak terkecuali dengan Ane sehingga para pengunjung akan betah berlama - lama disini.



Memasuki pintu masuk area museum, sudah ada seorang penjaga yang mencegat Ane, ternyata Sang Penjaga tersebut memberikan tiket parkir kuda hijau Ane dan Ane diharuskan untuk membayar 2k saja. Area parkirnya yang sangat luas membuat Ane cukup mudah untuk memarkirkannya. Jangankan sepeda motor sob, beberapa bus besar seperti bus antar provinsi aja bisa masuk didalamnya.



Untuk sampai di gedung museumnya, Ane menaiki beberapa anak tangga terlebih dahulu. Sesampainya di atas, Ane diharuskan membeli tiket masuk terlebih dahulu. Selain menikmati semua koleksi yang ada di dalam museum ini, kita juga bisa menononton film yang berjudul "Mahaguru Merapi". Kedua tiket tersebut di jual dengan harga yang sama yakni sebesar 5k. Karena harga tersebut sama - sama murahnya, Ane pun membeli kedua tiket tersebut.



Tiket masuk museum, nonton film, dan tiket parkir
Tiket sudah ada di tangan, saatnyalah Ane mengeksplorer semua isi yang ada di dalam gedung ini. Memasuki pintu masuk pemandangan yang pertama kali Ane lihat adalah sebuah replika Gunung Merapi yang cukup besar. Ternyata eh ternyata gunung ini tak hanya sebatas pajangan aja sob, tetapi juga dilengkapi dengan tombol. Bila di pencet akan mengeluarkan semacam asap dan lelehan lava pijar serta mengeluarkan suara gemuruh yang seolah - olah menggambarkan bagaimana keadaan saat gunung tersebut erupsi sebelum meletus.



Secara umum ruang pamer yang ada disini ada 2 lantai, ada apasajakah gerangan disana? yuk sob ikuti ceritanya.
Pada lantai pertama selain menyaksikkan sebuah replika gunung merapi, Ane memasuki ruang dokumentasi foto saat terjadinya letusan gunung merapi. Untuk fotonya sendiri ada himbauan untuk tidak memfotonya lagi, jadi Ane harus menghormati himbauan tersebut dan memilih tidak mengabadikan fotonya. Banyak korban yang diakibatkan oleh adanya erupsi ini, baik itu korban jiwa maupun material. Contohnya sebuah sepeda motor yang terkena erupsi kini tinggal kerangkanya saja.





Keluar dari ruang dokumentasi foto, Ane langkahkan kaki menuju bagian ruangan lainnya. Disini ada wajah gunung api di Indonesia, berbagai macam tipe letusan yang terjadi pada sebuah gunung, letusan gunung api di Indonesia dan dunia, bahkan tak hanya membahas tentang gunung saja sob tetapi juga membahas tentang keadaan bumi kita yang sekarang ini yang dahulunya merupakan daratan yang menyatu.


Wajah gununapi Indonesia
Letusan gunungapi Indonesia dan dunia
Evolusi kerak bumi
Memasuki bagian lainnya, Ane dihadapkan pada keadaan seputar Gunung Merapi baik itu dari foto mikroskopik sayatan batuan gunung, cara menyelamatkan diri dari ancaman bahaya gunung api hingga mitos - mitos yang beredar di masyarakat tentang gunung api.
Oke mungkin Ane tuliskan yang sangat penting untuk diketahui Ane khususnya dan sobat umumnya ya sob bagaimanakah tindakan yang harus kita lakukan untuk menghindari ancaman bahaya dari letusan sebuah gunung api.



Pertama awan panas, bila hal ini terjadi sebaiknya kita menjauh dari kawasan rawan bahaya ancaman aliran piroklastika dan dari lembah sungai yang berhulu di puncak gunungapi.
Kedua aliran lava, meskipun aliran lava memiliki kecepatan yang lambat, kita tetap tidak boleh berada di lembah sungai yang menjadi zona aliran lava.
Ketiga lontaran batu (pijar), tentu tindakan yang harus kita lakukan adalah menjauhkan diri dari kawasan rawan bencana lontaran batu terutama di sekitar puncak gunungapi atau kawah. Selain itu saat berlari menghindari lontaran batu selalu melihat ke atas untuk mengetahui arah lontaran batu.
Keempat Gas beracun, nah kalau yang ini ada beberapa point sob yang harus kita lakukan, diantaranya:
1. Menjauhkan diri dari sumber keluarnya gas beracun;
2. Menjauhkan diri dari lembah, celah, dan cekungan pada saat cuaca
   mendung, hujan dan berkabut;
3. Menggunakan masker atau penutup hidung yang dibasahi air;
4. Membawa obor atau api untuk mendeteksi keberadaan gas beracun.
   Api akan mati tanpa tertiup angin.
Begitu juga point yang kelima yakni adanya hujan abu. Tindakan yang sebaiknya kita lakukan adalah:
1. Berlindung di dalam bangunan permanen beratap kokoh;
2. Membersihkan atap rumah dengan menggunakan air sehingga beban abu
   terhadap atap bangunan menjadi berkurang;
3. Menggunakan masker dan kaca mata;
4. Buah - buahan dan sayur - sayuran yang berasal dari kebun yang
   terkena abu letusan harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air.
Sedangkan point yang terakhir yaitu lahar hujan, kita harus menjauhkan diri dari kawasan rawan bencana aliran lahar terutama di lembah - lembah sungai yang berhulu di daerah puncak.



Nah itulah sob tindakan - tindakan yang harus kita lakukan ketika ada suatu ancaman dari gunung api tersebut. Lalu ada satu lagi nieh cerita yang berkaitan dengan gunung api. Ane sebelumnya tak pernah menduga kalau di museum ini bakalan menyajikan tentang mitos yang selama ini beredar di kalangan masyarakat, secara itukan hanya mitos dan belum tahu benar atau tidaknya cerita tersebut. Tapi okelah cerita apasajakah itu?
Mitos yang pertama beredar adalah "Gunungapi Bromo (Rara Anteng dan Joko Seger)". Menurut legenda pada akhir abad 15 ada seorang puteri keturunan kerajaan Majapahit yang bernama Rara Anteng yang menikah dengan Joko Seger. Nama Tengger merupakan perpaduan dari akhir nama Rara Anteng (Teng) dan Joko Seger (Ger).
Setelah lama beberapa tahun berumah tangga, pasangan tersebut tak juga dikaruniai keturunan. Kemudian diputuskanlah untuk naik ke puncak Gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dikaruniai keturunan. Permintaan mereka akhirnya dikabulkan dengan syarat anak bungsu harus dikorbankan kedalam kawah Bromo.



Setelah pasangan tersebut menyanggupinya, didapatkannya 25 orang putra - putri, namun naluri orang tua tetaplah tidak tega bila kehilangan putra - putrinya, sehingga Rara Anteng dan Joko Seger ingkar janji. Dewa menjadi marah, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita kawah Gunung Bromo menyemburkan api. Anak bungsunya yang bernama Raden Kesuma lenyap dari pandangan, dia terjilat api dan masuk kedalam kawah Bromo. Bersama hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib "Saudara - saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Sang Hyang Widi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tentram, sembahlah Sang Hyang Widi. Aku ingatkan kalian agar setiap bulan kasada yang ke-14 mengadakan sesaji berupa buah - buahan, sayuran, bunga, dan binatang piaraan kepada Sang Hyang Widi di kawah Gunung Bromo.
Beda gunung beda cerita sob, kalau di Gunung Merapi mitos yang beredar adalah tentang Nyai Gadung Melati. Diantara sekian banyak tokoh makhluk halus yang dipercaya menempati Kraton Gunung Merapi ada satu tokoh yang cukup terkenal dan dicintai oleh penduduk daerahnya yaitu Nyai Gadung Melati ini yang tinggal di Gunung Wutoh. Dia berperan sebagai pemimpin pasukan makhluk halus Merapi dan pelindung lingkungan di daerahnya termasuk memelihara kehijauan tanaman dan kehidupan hewan.
Nah, menariknya disini sob kalau Nyai Gadung Melati ini sering muncul di mimpi - mimpi penduduk sekitar kaki Gunung Merapi sebagai pertanda merapi akan meletus, dalam mimpi penduduk Nyai Gadung Melati disebutkan berparas cantik dan berpakaian warna hijau daun melati. Beginilah kurang lebih gambarannya



Benar atau tidak tanpa mengurangi nilai mitos yang beredar, sebaiknya kalau ada erupsi ya harus mematuhi petunjuk dan arahan dari petugas pengamat Gunung Api setempat, ya nggak sob?
Di bagian akhir ruang pamer yang ada di lantai 1 ini Ane dapat melihat berbagai macam peralatan yang berkaitan dengan gunungapi seperti magnetometer dan komputer; membaca penjelasan berbagai macam pemantuan yang diantaranya ada pemantauan seismik, visual, kimia gas dan deformasi; dan melihat batu - batuan lava yang terkandung di dalam Gunung Merapi.


Magnetometer
Komputer

Endapan awan panas
Lava selokopo bawah
Puas menikmati koleksi - koleksi yang ada di lantai 1, selanjutnya Ane langkahkan kaki menuju ke lantai 2. Di lantai 2 ini menurut Ane bentuk ruangannya lebih menarik sob karena untuk memasuki kedalam ruangannya Ane harus melewati pintu masuk yang berbentuk seperti lorong - lorong.
Di samping kanan dan kiri dari lorong - lorong tersebut terdapat sejumlah foto dokumentasi letusan Gunung Merapi dari tahun ke tahun. Ada yang tahun 2006, 2001, bahkan ada juga yang tahun 1930.





Sesampainya di dalam apa yang terjadi? ternyata terdapat sebuah ruangan yang didesain menyerupai sebuah rumah dan berwarna putih. Sungguh indah sekali desain ruangannya. Berbagai benda koleksi lainnya yang dipamerkan disini diantaranya ada alat peraga terjadinya tsunami, globe, berbagai macam tipe gunungapi, dan ruang bioskop mini. Tapi sayangnya alat peraga yang seharusnya bisa Ane mainkan tersebut ternyata tak berfungsi, beberapa kali Ane memencetnya tetap saja nggak mau bergerak. Okelah, lanjutkan!


Ini ruangan atau rumah ya?
Seandainya dunia ada di genggamanku
Berbagai macam tipe gunungapi
Ow iya sob, di ruangan bisokop mini inilah Ane akan menyaksikan film yang berjudul "Mahaguru Merapi". pas Ane menyaksikan film ini, ternyata sudah banyak para pengunjung yang datang dan sudah menempati tempat duduknya. Semuanya didominasi anak SD yang sedang ada kegiatan disini. Semunya diam, Semuanya menikmati dengan khidmat.



Dari film tersebut tergambar dengan jelas betapa dahsayatnya Gunung Merapi tersebut meletus. Gunung Merapi ini sampai sekarang masih aktif dan di prediksi sekitar puluhan tahun yang akan datang gunung ini akan meletus kembali. Dengan berbekal pengalaman sebelumnya, semoga suatu saat jika gunung ini akan kembali meletus tidak ada lagi korban yang jatuh karena ini. Gunung meletus? itu sudah biasa sob, karena bumi kita ini juga butuh yang namanya keseimbangan.
Berakhirnya Ane menonton film, berakhir pula kunjungan Ane di Museum Gunung Merapi ini sekaligus menutup tour museum Ane di Kawasan Wisata Kaliurang. Tak terasa hari pun sudah semakin sore dan loket pembelian tiket yang awalnya "Buka (open)", kini menjadi "Tutup (close)".



Jam buka Museum Gunung Merapi berdasarkan papan informasi yang terpasang di depannya:
Selasa, rabu, kamis, sabtu, dan minggu: 08.00 - 15.30 WIB
Jumat                                 : 08.00 - 14.30 WIB
Senin                                 : Tutup / libur
Gambaran rute menuju museum:



Dari Tugu Jogja, bergeraklah ke arah utara melalui Jl. A. Moh. Sangaji dan berlanjut ke Jl. Monjali lurus terus hingga sobat menemukan perempatan lampu merah yang di sebelah barat lautnya ada Monumen Yogya Kembali (Monjali) bentuk bangunannya seperti tumpeng. Dari sini, beloklah ke arah kanan (timur) melalui Jl. Ring road Utara hingga sobat menemukan perempatan lampu merah lagi. Kemudian beloklah ke arah kiri (utara) melalui Jl. Kaliurang hingga di Km. 25 sobat akan bertemu dengan perempatan yang di tengah - tengahnya terdapat patung (tugu) udang. Beloklah ke arah kiri, ada pertigaan beloklah ke arah kiri lagi terus lurus saja hingga sobat keluar dari gerbang Kawasan Wisata Kaliurang. Tak jauh dari gerbang ini ada sebuah perempatan jalan. Beloklah ke arah kiri, walaupun jalannya sempit jangan ragu - ragu dan ikutilah jalan ini hingga sobat menemukan Museum Gunung Merapi ini di sebelah kiri jalan.

*Sebagian teks Ane kutip dari tulisan - tulisan yang ada di masing - masing obyek Museum Gunung Merapi*
Let's Go

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me