Untuk dapat sampai kesini Ane harus balik lagi kearah timur melewati Kota Singaraja (Ibukota Kabupaten Buleleng) sob, pasalnya saat ini Ane masih berada di Pantai Lovina yang terletak di barat Kota Singaraja. Sedangkan Pura Beji sendiri terletak 8 Km di timur Kota Singaraja tepatnya di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan.
Perjalanan dari Pantai Lovina ke Kota Singaraja terbilang cukup lancar, karena jalan ini sudah Ane lalui sebelumnya. Tetapi begitu memasuki Kota Singaraja dan menuju kearah timur Ane sempat mengalami kebingungan, awalnya Ane kira jalannya lurus saja kearah timur melalui Jl. Singaraja-Gilimanuk, ternyata tidak Ane harus belok terlebih dahulu kearah kiri hingga mentok kemudian kearah kanan melewati Eks Pelabuhan Buleleng dan mengikuti jalan ini hingga sejauh kira-kira 8 Km. Maklum Ane tak membawa HP yang mendukung aplikasi google map ataupun petunjuk arah lainnya, sehingga hal itu harus Ane alami.
Benar saja, setelah berkendara sejauh 8 Km Ane membaca sebuah papan petunjuk yang menunjukkan kearah Pura Beji. Papan petunjuk ini berada tepat di perempatan jalan dan tanpa ragu-ragu lagi Ane pun mengikutinya. Sambil tengok kanan dan tengok kiri, dengan hati-hatinya Ane kendarai Kuda hijau Ane. Lurus terus dan beruntung tempat yang Ane cari akhirnya ketemu juga. Puranya ada disebelah kanan (timur) jalan.
Meski Pura Beji ini terletak di bagian utara Pulau Bali dan jauh dari Kota Denpasar, tapi pengunjung yang datang terbilang cukup banyak dan hampir kesemuanya itu wisatawan internasional. Namun Sayangnya dengan banyaknya para pengunjung yang datang tidak dibarengi dengan pengelolaan yang optimal. Hal ini terlihat dari sedikitnya para pedagang, terbatasnya lahan parkir, serta tak ada kamar kecil yang bisa digunakan.
Nggak ingin berlama-lama diluar, masuklah Ane kedalam. Saat mau masuk kedalam, Ane ditanyai oleh seorang penjaga pura apakah pakaian Ane sudah sopan? dan Ane baru ngeh kalau Ane belum memakai pakaian yang sopan. Ketika mau menggunakan sarung, Ane diberi saran olehnya kalau Ane tak perlu memakai kain sarung karena celana Ane sudah panjang dan cukup mengenakan sehelai selendang saja. Ane pun manut dan mengikuti sarannya. Kini Ane sudah dapat masuk kedalam.
Hal yang Ane lihat pertama kali saat didalam adalah sebuah pura yang dipenuhi oleh banyak ukiran dan berwarna. Hampir tak ada ruang kosong yang tersisa tanpa ukiran. Ukiran-ukiran ini merupakan ukiran khas Buleleng, hal ini dapat dilihat dengan adanya motif tumbuh-tumbuhan yang menjalar dan motif bunga.
Apakah hanya itu saja? ternyata tidak, selain ukiran motif tumbuh-tumbuhan dan bunga, ada juga motif-motif yang lainnya seperti buto, hewan berkaki empat maupun hewan berkaki dua. Ane sempat penasaran sob dengan ukiran ini yang berwarna-warni, apakah ukiran-ukiran tersebut sudah berwarna dari dahulu ataukah berwarna baru-baru sekarang. Bertanyalah Ane kepada Sang Penjaganya, dan tahu tidak sob apa jawaban dari beliau? ternyata ukiran ini sudah ada dari zaman dahulu dibangun sekitar abad ke-15. Waow, keren!
|
|
Ukiran seperti topeng |
Ukiran hewan berkaki empat |
Keren men! |
Pura kok indahnya seperti ini |
Disinilah bangunan-bangunan suci untuk sembahyang berada. Dibagian bawah terdapat sebuah larangan untuk naik keatas pura. Sama seperti pura pada umumnya, disini juga terdapat pelinggih dan bale. Berhubung tak ada papan nama yang tersemat didalamnya, maka Ane tak mengetahui secara pasti apa nama pelinggih dan bale tersebut. Yang jelas motif-motif ukiran yang ada di bawah atap bale adalah ukiran-ukiran khas Buleleng yaitu ukiran-ukirannya lebih besar dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Dewata.
Mengunjungi pura ini setidaknya memberikan tambahan wawasan bagi Ane kalau pura tak semuanya seperti itu-itu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar