Setelah makan pagi di Warung Makan Ayam Betutu Men Tempeh, selanjutnya rencana perjalanan Ane yaitu menuju ke Gereja Katolik Hati Kudus Yesus. Mungkin tempat ini bukanlah sebuah destinasi utama bagi para turis domestik maupun mancanegara bila berkunjung ke Bali. Tapi bagi Ane tempat ini masuk kedalam destinasi utama Ane karena ada yang menarik dengannya. Seperti apakah ceritanya?
Tak jauh dari Warung Makan Ayam Betutu Men Tempeh Ane melewati sebuah gapura yang sangat unik sob yakni gapura yang memiliki tiang sebanyak 4 biji dengan berasitektur naga. Karena keunikannya inilah membuat Ane ingin mengabadikan foto gapura tersebut. Sayang mau foto selfie tapi malas untuk mengeluarkan tripod, jadi ya seperti inilah hasilnya:
Sebuah gapura unik menyapa Ane di Bali |
Lanjut jalan lagi. Untuk menemukan jalan menuju Gereja Katolik Hati Kudus Yesus ini cukup mudah, sekitar 20 Km dari Pelabuhan Gilimanuk Ane menemukan sebuah belokan jalan kearah kiri dengan papan petunjuk yang sangat jelas bertuliskan,"Gua Maria Palasari". Tanpa fikir panjang Ane langsung belok begitu saja so. Kenapa begitu? karena Ane berfikir kalau gua dan gereja ini letaknya di desa yang sama sehingga untuk menemukan letak persisnya nanti Ane tanya saja ke warga setempat. Mula-mula jalanan yang Ane lewati berupa perkebunan, kemudian berganti memasuki pedesaan. Walaupun memasuki area pedesaan namun jalannya terbilang mulus. Banyak belokan yang harus Ane lalui untuk sampai sini, tapi tak membuat Ane khawatir karena disetiap persimpangan jalan sudah terdapat papan petunjuk yang mengarah ke Gua Maria Palasari. Singkat cerita 10 menit kemudian sampailah Ane di TeKaPe.
Untuk memarkirkan kuda hijau Ane, tepat di depan gereja seberang jalan sudah ada tempat parkirnya sehingga memudahkan Ane dalam memarkirkannya. Di bagian depan area parkir, terdapat sebuah pos yang sepertinya tempat bagi para pengunjung untuk meminta izin masuk. Iya, untuk memasukinya kita tak boleh nyelonong begitu saja karena tempat ini merupakan tempat ibadah.
Setelah Ane cek rupanya pos tersebut tak ada yang jaga, menurut info yang Ane dapatkan dari salah seorang ibu yang sedang berjualan disitu kalau Ane harus menunggu petugasnya terlebih dahulu. Petugasnya adalah seorang bapak-bapak. "Bapaknya sedang keluar sebentar", katanya. Dengan hati yang sabar Ane menunggunya. Benar saja belum lama menunggu datanglah seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian memakai kaos lengan pendek dan bercelana panjang. Tak lain dan tak bukan bapak tersebutlah Sang Penjaganya. Dengan ramahnya beliau menyapa Ane.
Bapaknya: Ada apa mas? mau berkunjung?
Ane : Iya Pak, kira-kira saya boleh masuk kedalam nggak ya Pak?
Bapaknya: Boleh, tapi diluar gedung ya mas. Sebatas gerbang itu aja
(sambil menunjuk ke arah pintu gerbang yang paling dalam).
Ane : Baik Pak.
Bapaknya: Barangnya ditaruh dalam sini saja mas.
Ane : Baik Pak! terimakasih sebelumnya.
Seusai melepas tas carrier yang masih Ane gendong dan sebuah tas daypack, kemudian Ane mulai menjelajahinya. Gereja ini cukup unik, arsitekturnya sangat kental akan unsur budaya Bali yakni memadukan arsitektur gotik dengan Bali. Begitu memasukinya, di bagian depan terdapat sebuah prasasti yang menjelaskan kalau pembangunan Gereja Katolik Hati Kudus Yesus ini memakan waktu 3 tahun yakni dari tahun 1955-1958 dan diresmikan pada tahun 1958.
"Cukup tua juga ya?", fikirku. Walaupun sudah tua namun bangunan ini masih terawat dengan baik. Hal ini tampak dari kebersihannya yang memang cukup bersih dan kondisi bangunannya yan masih cukup baik.
Layaknya sebuah pura (tempat beribadah umat Hindu), struktur bangunan gereja ini juga memiliki 3 bagian wilayah diantaranya nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Antara nista mandala dengan madya mandala dan antara madya mandala dengan utama mandala dibatasi oleh tembok atau pintu masuk yang khas yakni berupa candi bentar. Cukup unik bukan?
Perbedaannya kalau di pura tentu terdapat semacam bale, pelinggih, maupun meru. Di gereja ini tentu tidak terdapat demikian, di bagian madya mandala terdapat patung-patung yang mempunyai nama-nama penting dalam agama katolik diantaranya ada Yakobus Anak Alfeus, Matius, Yohanes, Yudas Iskariot, Tadeus, Filipus, dan lain sebagainya.
Keberadaan gereja ini menandakan antara umat Hindu di Bali dengan umat lainnya dapat hidup berdampingan saling menghormati dan menghargai. Keadaan ini dapat kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari agar hidup kita damai dan tenang walaupun dalam perbedaan keyakinan. Kita kan semuanya sama, hanya cara kita yang berbeda. Betul?
Sehabis melihat-lihat dan menjelajahinya, kemudian Ane disuruh Sang Penjaganya untuk mengisi buku tamu terlebih dahulu sebelum pulang. Dia tak mengharapkan sepeserpun uang sumbangan, hanya saja uang parkir motor yang harus Ane bayar. Ane sebagai tamu yang baik, tak pantas donk meninggalkan gereja begitu saja. Sebagai ucapan terimakasih Ane kepada bapaknya, Ane masukkan beberapa ribu rupiah kedalam kotak amal yang sudah tersedia.
Sehabis ini selanjutnya Ane mau langsung menuju Kota Denpasar karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi Wita. Estimasi sampai disana sekitar pukul 1 siang Wita, biar agar lebih leluasa Ane dalam mencari penginapan.
Untuk memarkirkan kuda hijau Ane, tepat di depan gereja seberang jalan sudah ada tempat parkirnya sehingga memudahkan Ane dalam memarkirkannya. Di bagian depan area parkir, terdapat sebuah pos yang sepertinya tempat bagi para pengunjung untuk meminta izin masuk. Iya, untuk memasukinya kita tak boleh nyelonong begitu saja karena tempat ini merupakan tempat ibadah.
Setelah Ane cek rupanya pos tersebut tak ada yang jaga, menurut info yang Ane dapatkan dari salah seorang ibu yang sedang berjualan disitu kalau Ane harus menunggu petugasnya terlebih dahulu. Petugasnya adalah seorang bapak-bapak. "Bapaknya sedang keluar sebentar", katanya. Dengan hati yang sabar Ane menunggunya. Benar saja belum lama menunggu datanglah seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian memakai kaos lengan pendek dan bercelana panjang. Tak lain dan tak bukan bapak tersebutlah Sang Penjaganya. Dengan ramahnya beliau menyapa Ane.
Bapaknya: Ada apa mas? mau berkunjung?
Ane : Iya Pak, kira-kira saya boleh masuk kedalam nggak ya Pak?
Bapaknya: Boleh, tapi diluar gedung ya mas. Sebatas gerbang itu aja
(sambil menunjuk ke arah pintu gerbang yang paling dalam).
Ane : Baik Pak.
Bapaknya: Barangnya ditaruh dalam sini saja mas.
Ane : Baik Pak! terimakasih sebelumnya.
Seusai melepas tas carrier yang masih Ane gendong dan sebuah tas daypack, kemudian Ane mulai menjelajahinya. Gereja ini cukup unik, arsitekturnya sangat kental akan unsur budaya Bali yakni memadukan arsitektur gotik dengan Bali. Begitu memasukinya, di bagian depan terdapat sebuah prasasti yang menjelaskan kalau pembangunan Gereja Katolik Hati Kudus Yesus ini memakan waktu 3 tahun yakni dari tahun 1955-1958 dan diresmikan pada tahun 1958.
"Cukup tua juga ya?", fikirku. Walaupun sudah tua namun bangunan ini masih terawat dengan baik. Hal ini tampak dari kebersihannya yang memang cukup bersih dan kondisi bangunannya yan masih cukup baik.
Layaknya sebuah pura (tempat beribadah umat Hindu), struktur bangunan gereja ini juga memiliki 3 bagian wilayah diantaranya nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Antara nista mandala dengan madya mandala dan antara madya mandala dengan utama mandala dibatasi oleh tembok atau pintu masuk yang khas yakni berupa candi bentar. Cukup unik bukan?
Bangunan gerejanya bak di utama mandala |
Tuh patungnya ada diatas |
Keberadaan gereja ini menandakan antara umat Hindu di Bali dengan umat lainnya dapat hidup berdampingan saling menghormati dan menghargai. Keadaan ini dapat kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari agar hidup kita damai dan tenang walaupun dalam perbedaan keyakinan. Kita kan semuanya sama, hanya cara kita yang berbeda. Betul?
Sehabis melihat-lihat dan menjelajahinya, kemudian Ane disuruh Sang Penjaganya untuk mengisi buku tamu terlebih dahulu sebelum pulang. Dia tak mengharapkan sepeserpun uang sumbangan, hanya saja uang parkir motor yang harus Ane bayar. Ane sebagai tamu yang baik, tak pantas donk meninggalkan gereja begitu saja. Sebagai ucapan terimakasih Ane kepada bapaknya, Ane masukkan beberapa ribu rupiah kedalam kotak amal yang sudah tersedia.
Sehabis ini selanjutnya Ane mau langsung menuju Kota Denpasar karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi Wita. Estimasi sampai disana sekitar pukul 1 siang Wita, biar agar lebih leluasa Ane dalam mencari penginapan.
Bangunan gerejanya mirip2 dengan pura juga ya mas.. ada unsur balinya juga he he he...
BalasHapusIya mbak, bener banget. Bali memang unik
Hapus