Jumat, 19 Februari 2016

Museum Pura Pakualaman, Tempat Mengenal Raja - Raja Paku Alam dan Seisinya

Berawal dari kangen museum, ew malah keterusan. Nah kali ini museum yang Ane kunjungi adalah Museum Pura Pakualaman yang terletak di Jl. Sultan Agung, Kompleks Pura Pakualaman, Yogyakarta. Sebenarnya Ane sudah bolak - balik melewati jalan depan Pura Pakualaman sob, tetapi Ane nggak ngeh kalau di dalam Kompleks Pura Pakualaman tersebut ada museumnya. Nah setelah googling tentang museum - museum yang ada di Yogyakarta secara tak sengaja Ane menemukan sebuah artikel kalau di Pura Pakualaman ini ada museumnya. Tanpa fikir panjang langsung saja Ane masukkan ke daftar list kunjungan Ane berikutnya. Benar saja selang sehari setelah mengunjungi Museum Biologi UGM berangkatlah Ane menuju ke ini.


Sesampainya di depan pintu gerbang Pura Pakualaman, nampak ada beberapa abdi dalem pura yang sedang berjaga.
Ane        : Nuwun sewu Pak, nopo leres ten Pura Pakualaman niki
             wonten museum ipun?
             Permisi Pak, apa benar di Pura Pakualaman ini ada
             museumnya?
Abdi dalem : Nggeh mas leres, mlebet mawon lajeng ten riko museum
             ipun (piyambak ipun nyambi nunjuk salah satunggaling
             papan panggenan museum ipun)
             Iya mas benar, masuk saja dan disana museumnya (dia
             sambil menunjuk salah satu tempat museumnya)
Ane        : Nggeh Pak
             Iya Pak
Abdi dalem : Motore dititipke mawon nggeh mas! ten ngajeng
             Motornya dititipkan saja ya mas! di depan
Ane        : Nggeh pak
             Iya Pak
Motor memang tidak boleh dibawa masuk sob, jadi Ane harus memarkirkan kuda hijau Ane di luar Pura Pakualaman.

Bagian depan Pura Pakualaman
Sesudah memarkirkan kuda hijau Ane, Ane langsung masuk kedalam. Ew, ternyata tidak boleh masuk begitu saja dan Ane harus mengisi buku kunjungan terlebih dahulu. Setelah mengisi nama dan tandatangan, kini saatnya Ane langsung menuju ke museumnya. Begitu sampai, dengan PeDenya Ane langsung masuk saja ke museumnya. Lantas apa yang terjadi sob? ternyata Ane di panggil lagi oleh salah seorang edukator museum yang kebetulan seorang wanita yang masih muda dan cantik.
Penjaga : Ma'af mas, silahkan mengisi buku tamu terlebih dahulu ya
          mas!
Ane     : Lho mengisi buku tamu lagi tow mbak? Tak kira sudah ew di 
          depan tadi
Penjaga : Iya mas, Lho tadi di suruh ngisi tow mas di depan?
Ane     : Iya mbak. Yawsudah ma'af ya mbak tidak tahu tadi saya main
          masuk aja kedalam, hehehe.
Penjaga : Nggak apa - apa mas.
Usai mengisi buku tamu Anepun ditanya lagi oleh beliau:
Penjaga : Apa perlu saya temani mas di dalam?
Ane     : Nggak usah mbak, saya sendiri saja nggak apa - apa. Tapi
          misal kalau mbaknya nggak sibuk, boleh juga mbak, hehehe
          (Ane sambil tersenyum kecil sambil mikir, "boleh juga
          nieh ditemani wanita cantik dalam mengeksplorer isi 
          museumnya)
Penjaga : Mari mas!
Ane     : Mari mbak!


Silsilah Paku Alam dari Zaman Nabi Adam
"Roya", itulah nama dari Sang edukator yang menjadi guide selama Ane mengeksplorer isi museum ini. Nama tersebut baru Ane ketahui setelah kita selesai mengeksplorer isi museumnya.
Mbak Roya : Secara umum museum ini terdiri dari 3 ruangan mas, sini,
            tengah dan sana (sambil menunjuk ke salah satu bagian
            ruangan yang ada di timur laut). Nah gambar itu mas
            adalah silsilah Paku Alam dari zaman Nabi Adam dan
            mempunyai panjang 13 meter.
Ane       : Wuih panjang banget mbak, keren bisa menggambarkan dari
            zaman Nabi Adam.
Mbak Roya : Kalau yang itu silsilah Paku Alam. Dari Sri Sultan HB I
            dan BRA Srenggoro lahirlah KGPAA Paku Alam Ke-I dan
            seterusnya hingga sekarang ini.



Ane       : Berarti masih saudara ya mbak dengan keraton?
Mbak Roya : Iya mas benar. Nah kalau yang ini lambang Paku Alamnya,
            beda masa beda lambang.
Sobat bisa membandingkannya sob, yang satu jumlah jlaritnya 7 dan yang satunya lagi berjumlah 8.


Jumlah jlaritnya 8
Jumlah jlaritnya 7
Di dinding tertempel berbagai macam foto Paku Alam mulai dari Paku Alam Ke-II hingga Ke-VIII. Selain itu terdapat juga foto Paku Alam bersama beberapa raja ntah itu foto empat raja atau foto dwi tunggal.



Mbak Roya : Kalau yang ini meja tulis duduk era Paku Alam V untuk 
            menunjang kerja beliau dan yang ini Rebab Plonthang 
            untuk raras slendro.
Ane       : Eow, kalau yang itu mbak? (Ane menunjuk seperangkat
            peralatan yang ntah Ane tidak tahu namanya.
Mbak Roya : Kalau yang itu peralatan untuk acara menginang mas.
            2 wadah di depannya untuk meludah ketika menginang.
Di ruangan ini juga ada sebuah patung yang memperlihatkan bak seorang prajurit dari Pakualaman. "Lombok Abang", itulah nama prajurit tersebut.


Meja tulis duduk era Paku Alam V
Rebab Plonthang
Peralatan menginang
Prajurit Lombok Abang
Memasuki ruangan yang kedua yakni ruang tengah, kita dihadapkan pada sebuah prasasti peringatan genap 25 tahun bertahtanya Sri Paduka Pangeran Adipati Arya Paku Alam Ke VII. Mbak Roya mengatakan kalau yang ini prasastinya dalam bentuk aksara jawa dan yang ini bahasa indonesianya.


Prasasti dalam aksara jawa
Prasasti dalam Bahasa Indonesia
Ada berbagai senjata yang tersimpan dengan rapi di ruangan ini. Ada senjata zaman VOC dan adapula senjata 3 zaman kolonial. Selain itu ada juga lho sob tempat meletakkan makanan yang berbentuk persegi dengan diatasnya di beri atap berbentuk limas, dan berdasarkan informasi yang Ane dapatkan dari Mbak Roya bahwa Paku Alam Ke-V suka mengadakan pesta dan alat yang digunakan adalah seperangkat anglo, dandang nasi tembaga, dan kendil.


Senjata zaman VOC
Senjata 3 zaman kolonial
Tempat meletakkan makanan
Seperangkat Anglo, dandang, dan Kendil
Ada berbagai macam pakaian yang ada disini. Mulai dari pakaian raja dan prajurit, pakaian untuk anak/cucu Raja Pura Pakualaman hingga busana untuk menari. Pakaian untuk Paku Alam sendiri ada dua jenis yang ditampilkan dan kedua jenis pakaian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda, ada pakaian formal dengan warna pakaian berwarna hitam dengan bawahan bermotif batik yang menutupi bagian seluruh kakinya serta dilengkapi dengan blangkon dan keris. Ada juga pakaian untuk perang, nah disini bedanya sob kalau untuk perang bawahannya (atau yang biasa disebut dengan kemben) itu tidak menutupi seluruh bagian kakinya.


Pakaian formal Paku Alam
t
Kalau di ruangan yang pertama tadi kita mengenal pakaian Prajurit Lombok Abang, disini kita dihadapkan lagi pada pakaian prajurit yang tak lain adalah Plangkir. Namun Mbak Roya tidak menjelaskan lebih jauh mengenai peran dan tugas masing - masing, namun keduanya sama - sama terlibat dalam acara yang setiap diadakan oleh pihak Pakualaman. Berbeda dengan Prajurit Lombok Abang yang memakai pakaian serba merah, Prajurit Plangkir ini justru warna yang mendominasi pada pakaiannya adalah warna hitam.


Prajurit Plangkir
Sedangkan busana yang dipakai oleh anak/cucu Raja Pura Pakualaman juga ada berbagai macam dan salah satunya busana berwarna hitam. Ane tak habis fikir kenapa ya blangkon yang digunakan oleh anaknya bermotif solo? kemudian hal ini Ane tanyakan kepada mbak Roya.
Ane       : Kenapa ya kok blangkon yang dipakaikan ke anak/cucunya
            malah bermotif Solo, dan bukan motif Jogja?
Mbak Roya : Ow, gini mas dahulunya Paku Alam mempunyai isteri dari
            Kasunanan Surakarta jadi ya itu.
Ane       : Wah berarti yang mendominasi Sang ISteri dong? hehehe
Mbak Roya : Hehehe (tersenyum kecil).



Sesuai dengan yang Ane bilang di atas, disini juga dipamerkan berbagai macam busana untuk menari. Busana - Busana tersebut mempunyai namanya masing - masing dan tentu mempunyai fungsi dan kegunaannya yang berbeda pula. Ada Beksan Bondoboyo, Beksan Menak, Beksan Samgita Hasta Dibya, dan Beksan Bedhaya Endhol - endhol.


Beksan Bondoboyo
Beksan Menak
Beksan Samgita Hasta Dibya
Beksan Bedhaya Endhol - endhol
Selanjutnya di bagian timur ruangan tengah ini ada berbagai macam barang bersejarah diantaranya lonceng yang dahulunya digunakan sebagai penanda waktu. Ada juga peralatan untuk siraman seperti tempat duduk, tempat air, dan lain sebagainya. Berdasarkan keterangan beliau bahwa peralatan ini sampai sekarang masih bisa digunakan. Keren!!!


Lonceng
Peralatan untuk siraman
Sekarang kita memasuki ruangan yang terakhir yakni ruangan yang ketiga. Belum lama ini kita mendengar kalau Paku Alam ke IX wafat ya sob?. Beliau wafat pada tanggal 21 November 2015. Tahukah sobat dimanakah beliau dimakamkan? Nah, berdasarkan keterangan dari mbak Roya beliau dimakamkan di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta tepatnya di Astana Girigondo.



Tak banyak barang yang terpajang di ruangan ini sob, hanya ada sebuah kereta dan beberapa foto saja. Berdasarkan keterangan dari mbak Roya kalau tadinya di dalam ruangan ini terdapat beberapa kereta, karena ruangan ini digunakan untuk prosesi acara wafatnya Paku Alam ke-IX jadilah kereta - kereta tersebut dipindahkan untuk sementara waktu dan sampai sekarang belum dimasukkan kembali. tapi ada sebuah kereta yang masih berada dalam ruangan, tapi ntah apa nama kereta tersebut kita kurang tahu karena tak ada nama atau tanda apasaja yang menjelaskannya.


Sebuah kereta yang terpajang di ruangan ketiga
Foto kereta Nyai Roro Kumenyar
Foto kereta Kyai Manik Kumolo
Foto kereta Kyai Manik Brojo
Kalau yang ini lupa namanya
Dah sampai sini saja ya sob mengenai cerita tentang Museum Pura Pakualaman ini. Mungkin bagi sebagian orang beranggapan kalau ke museum itu tempat yang kurang menarik dan membosankan, tapi sebagian lagi beranggapan kalau museum itu tempat yang asyik buat belajar. Nah kalau Ane sendiri ya sob museum itu lebih menarik ketimbang membaca buku. Disini kita lebih banyak belajar berbagai hal dan berbagai macam dan tidaklah membosankan. Menurut sobat sendiri? Yuk kalau yang sedang bermalas - malasan untuk pergi ke museum, kita jadikan kalau museum itu tempat bermain dan belajar. Setuju?
Okelah kalau begitu buat yang mau bermain di Museum Pura Pakualaman ini berikut rutenya.



Letak museum ini sangatlah strategis, karena berada di dalam Kompleks Pura Pakualaman. Dari Titik Nol Kilometer bergeraklah ke arah timur (belok kiri jika dari arah Malioboro / Jl. Margo Mulyo (dulu Jl. Ahmad Yani)) melalui Jl. Senopati hingga bertemu perempatan lampu merah. Masih lurus lagi melalui Jl. Sultan Agung melewati Jembatan Sayidan hingga sobat bertemu perempatan lampu merah lagi. Masih lurus lagi sedikit dan pelankan laju kendaraan sobat (bagi yang membawa kendaraan) sambil melihat ke arah kiri jalan, karena sebentar lagi sobat akan menemukan lokasi yang sobat maksud.
Jam buka museum: Senin - Kamis    : 8 Pagi - 3 Sore
                 Jum'at dan Sabtu : 8 Pagi - 12 Siang
                 Minggu           : Libur
Tiket Masuk    : Gratis dan hanya di suruh mengisi buku tamu saja.

14 komentar:

  1. Aku orang jogja belum pernah masuk kesana, cuma lewat. Ternyata ada museumnya. Gartis pula. Lain waktu ingin kesana biar ketemu sama mbak Roya. Belum sempat liat mbak Roya keburu dihapus ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas,,, Hahaha, itu mau ke museumnya apa ketemu ama Mbak roya nya?
      Iya buruan mas, pumpung masih ada

      Hapus
  2. Silsilahnya bagus dibuat semacam pohon. Jadi ingat kata "Sejarah" Kalao nggak salah dari bahasa Arab sajarotul; akar pohon atau apa gitu artnya :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas bener banget, jadi kelihatan mudah dipelajari :-D

      Hapus
  3. berasa kayak masuk ke mesin waktu kalau lihat benda sejarah seperti itu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. He'em mbak, jadi nggak bisa move on ya? hehehe

      Hapus
  4. Waaaah ada banyak museum toh mas di jogja. Aku juga di Bandung baru sekarang-sekarang excited pas mudik ke museum jalan-jalannya padahal dulu nggak begitu tertarik :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak mbak,,, Hahaha, sama mbak. tadi - tadinya males ke museum kalau nggak ada kepentingan,,, tapi sekarang kok malah jadi suka :-) eow,,, rumahe sampean di Bandung tow mbak? salam buat kembangnya yaw, eh maksudnya Kota Kembang Paris Van Java Nya :-)

      Hapus
  5. suit...suit.....yang ditemenin mba Roya jalan-jalan di museum....
    asli banyak banget museum di Jogja ya mas...

    eh mas, mba Roya ga bilang kereta2 tsb dipindahkan kemana dan kapan kira2 dibawa masuk museum lg?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Suit... suit..... hehehe
      Banyak mbak, masih banyak lagi malahan, hehehe

      Beliau bilang mbak, masih di sebelah utara museum. Katanya dalam waktu dekat dibawa masuknya,

      Hapus
  6. Ternyata masih terjaga dengan baik ya mas

    BalasHapus
  7. hehe jng bilang sampeyan mau buat musuem anis hidayah lo mas hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha,,, nggak apa - apa mas, ntar yang berkunjung cuman dari keluarga sendiri

      Hapus

TENTANG ANE

Anis SobatAnis Sobat
Hello, My Name Is Anis Hidayah. I am no Drinking,Drug, Smoking, and Free sex. But yes Travelling, Touring, Mountaineering, visit the new site and meet by new people. Enjoy my life with my way myself. That's about me